Ikuti Kami

Kunker di BPN Lampung, Henry Minta Kejelasan 3 Kasus Tanah

Henry menyampaikan tiga kasus tanah di Kanwil BPN provinsi Lampung yang butuh penyelesaian karena menyangkut hak dan keadilan masyarakat.

Kunker di BPN Lampung, Henry Minta Kejelasan 3 Kasus Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH. MH

Bandar Lampung, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH. MH. mengingatkan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung terkait tiga kasus tanah di provinsi tersebut yang butuh penyelesaian karena menyangkut hak dan keadilan masyarakat.

Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Kunjungan Kerja Spesifik di masa Reses, Jumat (2/11). 

"Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/BPN pernah membahas kaitannya dengan tanah yang dialokasikan oleh Pemerintah Provinsi, kemudian dikuasai oleh masyarakat di Kampung Astra Ksetra, Tulangbawang, kemudian dikuasai dan diklaim oleh TNI AU," urai Henry Yoso, sapaan akrabnya. 

Terkait itu, Henry mengaku merasa bersyukur masalah tersebut sudah ada titik terang. 

"Alhamdulillah karena perjuangan yang dilakukan, dari Kementerian ATR pernah menulis surat kepada Dirjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan RI, yang pada pokoknya minta agar tanah dimaksud dihapuskan dari aset negara," ungkap Henry. 

Yang sudah barang tentu, tambah dia, pengertiannya diberikan kepada warga yang menguasai secara sah, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Selanjutnya, sudah barang tentu saya berharap, agar ditindaklanjuti dilakukan pengukuran dan diterbitkan sertifikat atas tanah warga dimaksud. Hal ini saya lakukan sesuai dengan kewajiban Konstitusi saya, yaitu memperjuangkan hak-hak dan kepentingan masyarakat di Dapil," ujar Henry Yoso.

Kemudian, masih kata Henry, kasus tanah lainnya yaitu saat ia didatangi sekelompok masyarakat dari Lampung Timur. Kaitannya dengan bahwa mereka telah menguasai tempat atau tanah yang berdasarkan awalnya dari register 14.

"Mereka ada tiga desa di Labuhan  Maringgai, salah satunya Desa Bandar Negeri. 90 Persen dari tiga desa itu sudah diterbitkan sertifikat tanah atas nama warga." 

Kemudian, lanjut dia, oleh Kementerian Kehutanan, dengan alasan karena abrasi, mereka mematok sendiri, menentukan secara sepihak. Yaitu rata-rata 350 meter dari garis pantai. 

"Surat ini nanti akan saya serahkan secara formal. Dalam hal ini saya berharap ada koordinasi antara Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung dengan Kementerian Kehutanan agar tidak secara sepihak, bahkan selanjutnya bila perlu saya berharap kepada BPN melakukan pengukuran ulang terkait dengan masing-masing sertifikat yang sudah ada," ucap Henry.

Kemudian, ia berharap segera ditentukan batas. Menyelesaikan itu, Politisi PDI Perjuangan itu mewakili masyarakat bisa memperjuangkan dan mempertahankan agar tidak diambil bagian mereka yang sudah termasuk sertifikat.

"Kalau pun akan dihapus, sesuai dengan ketentuan ada ganti untung. Bukan ganti rugi," tegas Henry.

Kemudian, kasus tanah lain yang disampaikan Henry sebagai perpanjangan lidah rakyat di Dapilnya, yaitu tanah di Lampung Barat.

"Saya minta perhatian khusus kepada Kepala Kantor Pertanahan Lampung Barat. Ada tanah 150 Ha. Dalam hal ini saya menyertakan bukti surat dari Kakanwil BPN Provinsi Lampung yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Lampung Barat."

Henry menambahkan, tanah dimaksud diatas sehubungan dengan tanah milik satu keluarga besar, 150 Ha, terletak di Pekon Sukanegara, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat yang sebagian telah dikuasai secara tanpa hak oleh orang-orang yang mengaku “memperoleh hak”  karena membeli dari Peratin (Kepala Desa).

"Tetapi pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Barat menolak melakukan pengukuran karena MASYARAKAT tidak dapat menunjukkan dan menyerahkan: Bukti pembayaran PBB atas tanah dimaksud dan Surat Keterangan Tidak Sengketa yang dibuat dan ditandatangani oleh Peratin."

Masih diuraikan Henry Yoso, permintaan agar Masyarakat untuk menyerahkan bukti pembayaran PBB atas tanah mereka seluas tidak kurang dari 100 Ha yang dikuasai secara tanpa hak oleh orang lain, adalah permintaan yang berlebihan dan TIDAK ADIL. 

"Karena mustahil bagi mereka yang hidup atau perekonomiannya “pas-pasan” atau serba kekurangan, akan membayar PBB untuk tanah seluas itu (yang dikuasai secara tanpa hak oleh orang lain)," kesal Henry.

Kata Henry, demikian pula halnya “mustahil” bagi warga untuk meminta Surat Keterangan Tidak Sengketa dari Peratin / Kepala Desa yang menjual tanah dimaksud kepada pihak warga yang saat ini menguasai bidang-bidang tanah dimaksud.  

"Saya minta kesungguhan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Barat, kita bicarakan kepada semua tingkatan. Tempo hari saya pernah mendapat jawaban, bahwa kita akan minta bantuan dari pihak kepolisian. Saya bilang jangan saya yang meminta. Kalau saya yang minta, dikira intervensi. Dan itu adalah hak dari Kantor Pertanahan Kabupaten untuk meminta bantuan kepada Polres dan mereka wajib untuk memberikan bantuan," demikian Henry menyampaikan tiga aspirasi dalam Rapat Kunker Spesifik di Kanwil BPN Provinsi Lampung.

Quote