Ikuti Kami

Agustina Tekankan Pentingnya Mempelajari Sejarah

Dengan membaca dan mempelajari sejarah, bisa belajar bagaimana caranya menghindari kesalahan-kesalahan yang terjadi di masa lalu. 

Agustina Tekankan Pentingnya Mempelajari Sejarah
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti menegaskan dengan membaca dan mempelajari sejarah, bisa belajar bagaimana caranya menghindari kesalahan-kesalahan yang terjadi di masa lalu. 

"Sebuah kesalahan di masa lalu, tidak perlu kita mengulangi di masa itu. Cukup dengan kita membaca dan mempelajari sejarah dan kita belajar bagaimana caranya menghindari kesalahan-kesalahan di masa lalu," kata Agustina saat menjadi keynote speaker dalam acara Forum Group Discussion (FGD) Menuju Kongres sejarah "Penajaman Linimasa IV sejarah Sebagai Pengetahuan Ilmiah untuk Menjadi Dasar Pengambilan Keputusan di Masa Depan", Yogyakarta (16/9).

Agustina mengungkapkan menurut seorang filsuf asal Romawi yakni Marcus Tullius Cicero atau lebih dikenal Cicero sejarah selalu memiliki the messenger antiquity. 

Baca: Komisi X DPR RI Setujui Pagu Sementara Kemendikbud Ristek

"Ada pesan-pesan di dalam sejarah ini, tentang sesuatu yang bersifat antik. Misalnya kita melihat di Yogyakarta ini apa yang antik banyak sekali, seperti ada peninggalan-peninggalan Keraton Yogyakarta yang sampai hari ini dirawat sangat indah. Sehingga membuat wisatawan dengan gegap gempita datang ke Yogyakarta," katanya.

Menurut Agustina Wilujeng agar siswa tertarik dengan ilmu sejarah maka para engajar khusunya ilmu sejarah harus membuat media pelajaran menarik. 

Oleh karena itu Agustina menantang para pengajar itu untuk menyajikan pelajaran sejarah menjadi menarik saat disampaikan.

"Bagaimana membuat siswa tertarik, terhadap figur-figur dan kejadian sejarah yang sebenarnya. Bukan kejadian sejarah yang direkayasa. Karena itu saya tantang nih bapak ibu guru sejarah apakah berani menerima tantangannya saya, untuk bisa membuat media pembelajaran tentang Bung Karno bagi siswa SMA dan SMK nanti kita lombakan," tanya Agustina.

Agustina menambahkan pendakatan-pendakatan sejarah bisa digunakan saat mengajar ilmu pendidikan yang lain. 

"Banyak orang merasa bahwa nation of character building atau pendidikan karakter bangsa kita belum berada pada titik yang diharapkan, anak-anak kita masih sangat cenderung menyukai musik K-Pop atau lagu luar negeri, mereka juga menyukai film Korea atau luar dengan banyak alasan," kata Agustina.

Ia pun mengungkapkan sebenarnya ada masalah apa sehingga masyarakat kita lebih menyukai hal-hal kebarat-baratan. 

"Yang namanya pendidikan karakter itu didapatkan jika kita berada di dalam lingkungan yang dimana tata nilainya itu mau kita pelajari, jadi kita harus mengetahui apa tata nilai yang diajarkan oleh para pendiri bangsa kita ini. Maka kita formulasikan dulu, apa sebenarnya tata nilai yang diajarkan Bung Karno, Bung Hatta atau mungkin pejuang-pejuang yang lebih dulu. Apa tata nilai yang mendasar itu adalah tugas dari para pengajar," bebernya.

Agustina Wilujeng kemudian menandaskan jika keinginan untuk membangun karakter bangsa menjadi lebih kuat, maka yang pertama dilakukan harus menemukan dulu tata nilai para pendiri bangsa itu. 

"Mencarinya darimana, ya tentu saja dari sejarah kehidupan para pahlawan dan pendiri bangsa. Maka itu kami berinisiasi untuk membuat Kongres sejarah Bung Karno, ini baru satu baru sejarah Bung Karno yang akan kita kumpulkan semua catatan sejarahnya baik dari museum, perpustakaan, arsip nasional dan dari para ahli sejarah baik penulis buku ataupun peneliti," bebernya.

Baca: Puan Diajak Berkuda Oleh Prabowo di Hambalang

Kongres sejarah Bung Karno itu sengaja dibuat, menurut Agustina agar menarik setiap kejadian dengan tata nilai yang akan diajarkan kepada siswa-siswi penerus bangsa. 

"Kita harus sepakat bahwa ketika pendidikan dilaksanakan, tidak hanya transfer of knowledge saja. Namun juga harus ada kompetensi anak-anak kita menuju kepada kompetitif terhadap bangsa-bangsa dunia, kita sepakat itu. Tetapi tanpa karakter ke-Indonesia-an ketika pintar mereka juga akan menjadi manusia-manusia yang asing terhadap negaranya, kita tidak mau itu," jelasnya.

"Kita mau ketika transfer of knowledge itu dilakukan bersama-sama dengan transfer of values, jadi misal ketika orang kita berada di AS, itu sangat kelihatan bahwa di adalah Indonesia secara positif. Yang menggambarkan keramahtamahan, kegotongroyongan, serta keindahan Indonesia, apakah kita bisa? bisa. Dan itu titik tolaknya berada ditangan para sejarahwan," lanjutnya.

Ketika para sejarahwan bisa mengambil tata nilai dari peristiwa yang ada, maka menurut Agustina Wilujeng transfer pengetahuan sejarah sekaligus transfer of values bisa dilakukan.

Quote