Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menyoroti kondisi Gudang Bulog Mandalika di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang bersebelahan langsung dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sandubaya.
Ia menilai lokasi tersebut sangat memprihatinkan karena dapat mengancam kebersihan dan higienitas beras yang disimpan di gudang itu.
“Kami sangat sesalkan kondisi ini. Sampah selain menimbulkan bau juga menjadi sumber hama dan penyakit. Kami harap pemerintah daerah bisa mengambil kebijakan relokasi sesegera mungkin,” kata politisi PDI Perjuangan asal Dapil Sumatera Barat I itu, Kamis (13/11/2025).
Menurut Alex, gudang tersebut menyimpan stok beras dalam jumlah besar untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) maupun bantuan pangan, sehingga kebersihan dan kualitas penyimpanan harus benar-benar dijaga. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan Bulog agar pasokan pangan untuk masyarakat tetap aman.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi lingkungan sekitar Gudang Bulog Mandalika.
“TPA sampah itu waktu kita masuk ke Gudang Bulog baunya menyengat. Ini kan kurang higienis untuk beras yang disimpan di situ,” ujar Titiek Soeharto usai rapat dengan Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal.
Titiek mengungkapkan, gudang yang dibangun pada era Presiden Soeharto itu kini berada persis di samping TPA Sandubaya. Ia meminta agar pemerintah daerah segera merelokasi TPA ke lokasi lain demi menjamin keamanan pangan masyarakat.
“Gudang Bulog itu bersebelahan dengan TPA, sedangkan berasnya untuk konsumsi masyarakat NTB. Jadi supaya diperhatikan bagaimana caranya TPA sampah itu direlokasi,” tegasnya.
Sementara itu, Pimpinan Wilayah Perum Bulog NTB, Mara Kamin Siregar, membenarkan bahwa keberadaan TPA Sandubaya sangat memengaruhi kualitas beras yang disimpan di Gudang Bulog Mandalika.
“Kami sudah bersurat ke Pemkot Mataram dan berharap ada solusi terbaik untuk pengalihan TPA sampah ini. Kami juga akan terus berkoordinasi agar ada langkah konkret dalam waktu dekat,” ujarnya.
Mara menambahkan, kondisi tersebut membuat biaya perawatan beras meningkat dua kali lipat.
“Biasanya perawatan dilakukan empat bulan sekali, tapi sejak ada TPA di sebelah, kami harus melakukannya dua bulan sekali karena bau dan risiko hama meningkat. Jadi cost-nya lebih tinggi,” pungkasnya.

















































































