Ikuti Kami

Aria Bima: Periode 1950–1959 Fase Penting Perjalanan Demokrasi Indonesia

Pada masa itu bangsa Indonesia benar-benar mengalami dinamika politik yang penuh warna sekaligus melahirkan tonggak bersejarah.

Aria Bima: Periode 1950–1959 Fase Penting Perjalanan Demokrasi Indonesia
Wakil Ketua Komisi ll DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi ll DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, menegaskan periode 1950 hingga 1959 merupakan fase penting bagi perjalanan demokrasi Indonesia. 

Menurutnya, pada masa itu bangsa Indonesia benar-benar mengalami dinamika politik yang penuh warna sekaligus melahirkan tonggak bersejarah bagi peradaban dunia.

“Pelajar berdemokrasi antara tahun 1950 hingga 1959, era baru dimulai dengan sistem parlementer,” kata Aria Bima, dikutip pada Senin (1/9/2025).

Ia menjelaskan, sistem parlementer yang dijalankan saat itu membuat pergantian Perdana Menteri terjadi berkali-kali. Kondisi tersebut kerap diwarnai dengan tarik-menarik kepentingan partai politik yang semakin menambah gejolak ekonomi di dalam negeri.

“Pergantian Perdana Menteri terjadi berkali-kali, diwarnai tarik-menarik partai politik hingga gejolak ekonomi,” ucapnya.

Meski demikian, Aria menilai periode itu tidak hanya penuh ketidakstabilan. Ada pencapaian penting yang diakui dunia internasional, yakni terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955.

“Namun, di tengah riuh itu ada tonggak bersejarah, Konferensi Asia-Afrika 1955 yang melahirkan Dasar Silabandung yang menjadi inspirasi bagi bangsa-bangsa terjajah,” tuturnya.

Ia juga menyinggung keberhasilan bangsa dalam melaksanakan pemilihan umum pertama pada 1955. Pemilu tersebut disebut-sebut sebagai pemilu paling demokratis sebelum era Reformasi bergulir.

“Dan pemilu 1995, pemilu yang paling demokratis yang pernah kita kenal sampai Pasca Reformasi,” ujarnya.

Namun, menurut Aria, tidak semua persoalan dapat diselesaikan oleh sistem demokrasi parlementer. Kemacetan politik di Konstituante serta belum terselesaikannya persoalan Irian Barat membuat Presiden Soekarno mengambil langkah besar.

“Meski demikian, kemacetan politik di Konstituante dan belum tuntasnya soal Irian Barat, membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret 5 Juli 1959 mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 dan menutup babak demokrasi parlementer,” jelasnya.

Aria menegaskan, Dekret Presiden itu bukan sekadar perubahan aturan semata, melainkan penanda lahirnya arah baru bangsa Indonesia yang kemudian membentuk karakter nasional.

“Dekret itu bukan sekedar pergantian aturan, melainkan awal dari arah baru yang akan sangat mewarnai wajah bangsa, pembangunan karakter dan kepribadian nasional,” pungkasnya.

Quote