Ikuti Kami

Aria Bima Soroti Ketimpangan Perkembangan di Kawasan 'Free Trade Zone' di Kepri

Kawasan FTZ seharusnya menjadi motor pemerataan pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan, bukan menimbulkan kesenjangan antar daerah.

Aria Bima Soroti Ketimpangan Perkembangan di Kawasan 'Free Trade Zone' di Kepri
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, menyoroti persoalan pengelolaan batas wilayah dan ketimpangan perkembangan antara Batam, Bintan, dan Karimun dalam kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). 

Ia menilai, kawasan FTZ seharusnya menjadi motor pemerataan pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan, bukan justru menimbulkan kesenjangan antar daerah.

“Kita ini kan bicara mengenai pengelolaan batas wilayah. Tadi kan kaitan dengan kita kunjungan di Capri, di sana dimana Capri ini menurut saya ada keistimewaan yang tidak bisa disamakan dengan daerah-daerah lain adalah free trade zone,” kata Aria Bima, dikutip pada Senin (13/10/2025).

Politisi senior PDI Perjuangan itu menjelaskan bahwa konsep *free trade zone* di Batam, Bintan, dan Karimun merupakan kebijakan strategis yang semestinya diikuti dengan langkah-langkah konkret agar memberikan manfaat ekonomi yang merata bagi masyarakat di wilayah tersebut.

“Free trade zone bagaimana free trade zone ini merupakan suatu keputusan yang harus kemudian penetapan kawasan perdagangan bebas Batam, Karimun, dan Bintan ini harus segera ada satu lompatan-lompatan yang mana sebagai komisi dua kita ingin betul apakah perpres itu sudah sampai kewenangan-kewenangan supaya tidak tumpang tindih atau searah antara gubernur, wali kota, dan badan pengelola Batam misalnya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Aria Bima menyoroti ketimpangan yang masih terjadi antara Batam dengan dua kawasan lainnya, Karimun dan Bintan. Ia menilai, selama ini perkembangan ekonomi di Batam jauh lebih pesat dibanding dua wilayah tetangga dalam satu kawasan FTZ yang sama.

“Ini Batamnya maju terus, kemudian Karimun-Bintannya enggak maju-maju. Sudah sekian tahun ya ini kan sejak tahun sekitar 2007 kalau tidak salah dilaksanakan,” ujarnya.

Ia menambahkan, semangat pembentukan kawasan perdagangan bebas di wilayah tersebut awalnya dimaksudkan untuk menghindari ketimpangan pembangunan antara wilayah Indonesia dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan belum tercapainya keseimbangan antar kawasan.

“Nah kami ingin bagaimana justru batas wilayah-batas wilayah ini menjadi bagian yang waktu itu kan keinginan kita free trade zone ini kan supaya tidak terjadi ketimpangan antara muka kita wilayah NKRI dengan Batam, Bintan, Karimun dengan Singapura dan Malaysia maka kita kasih kawasan-kawasan yang memang disitu kawasan bebas,” jelasnya.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh agar tujuan awal pembentukan FTZ benar-benar terwujud, terutama dalam mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi yang merata.

“Kita harapkan kemudian akan turun peningkatan-peningkatan investasi dengan berbagai kemudahan-kemudahan yang ada,” ungkapnya.

Namun, ia mengungkapkan bahwa dalam kunjungan kerja Komisi II ke Kepulauan Riau, pihaknya menemukan adanya sejumlah hambatan yang dihadapi pemerintah daerah dalam mengoptimalkan potensi di Bintan dan Karimun.

“Ternyata setelah kita kunjungan disini pak gubernur pun mengalami suatu kesulitan untuk meng-empowering aset-aset di Bintan dan Karimun untuk pengembangannya seimbang atau sebanding atau sepesat Batam misalnya,” tuturnya.

Aria Bima menegaskan, Komisi II DPR RI akan terus mendorong pemerintah pusat untuk memperjelas pembagian kewenangan antara badan pengelola kawasan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota agar pengelolaan FTZ di Kepri dapat berjalan efektif dan berkeadilan.

Quote