Jakarta, Gesur.id - Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyampaikan kritik terhadap penggunaan istilah 'sejarah resmi' dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan.
Bonnie menilai bahwa istilah tersebut tidak tepat secara prinsipil maupun metodologis.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Demokrasi Harus Dirawat Dengan Baik!
"Hendaknya proyek penulisan sejarah yang kini dikerjakan oleh Kemenbud tidak menggunakan terminologi 'sejarah resmi' atau 'sejarah resmi baru'. Istilah tersebut tidak dikenal dalam kaidah ilmu sejarah dan problematik baik secara prinsipil maupun metodologis," ujar Bonnie Triyana.
Bonnie menambahkan bahwa penggunaan istilah tersebut dapat menimbulkan interpretasi bahwa versi sejarah di luar itu adalah tidak resmi, ilegal bahkan subversif.
Politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti pentingnya keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses penulisan sejarah.
"Sejarah adalah milik rakyat, dan cara kita memandang masa lalu menentukan arah masa depan. Maka, harus ada ruang publik yang terbuka bagi diskusi ilmiah," tegasnya.
Dalam rapat tersebut, Bonnie juga menyampaikan kritik terhadap pernyataan seorang pejabat Kementerian Kebudayaan yang menyebut kelompok yang datang ke PBNU sebagai sesat, radikal, dan bidah. Ia meminta klarifikasi dan permintaan maaf atas ucapan tersebut.
Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar
"Saya minta klarifikasi yang kemudian melalui Pak Menterinya meminta maaf atas ucapan dari anak buahnya itu. Sebetulnya saya mengharapkan anak buahnya sendiri," kata Bonnie.
Ia menekankan bahwa cara-cara stigmatisasi dan pelabelan terhadap pihak yang berbeda pendapat harus dihentikan. Menurutnya, kritik tidak seharusnya dibalas dengan tuduhan-tuduhan yang insinuatif dan stereotip.
"Kita harus lebih beranjak maju lagi untuk meninggalkan cara-cara itu," pungkasnya.