Jakarta, Gesuri.id – Dalam Seminar Nasional Hari Antikorupsi Sedunia di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Selasa (9/12), Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin (Mas Ipin) menyoroti isu yang jarang disentuh dalam diskursus antikorupsi: keadilan ekologis dan kesamaan nasib sebagai bangsa.
Mas Ipin menyinggung pandangan ideologis Bung Karno tentang bangsa yang bukan hanya kumpulan manusia, tetapi juga kesatuan yang terikat pada bumi, tanah air, dan kesamaan nasib. Menurutnya, perspektif ekologis ini penting untuk melawan praktik “pollutocracy”, kolusi antara kekuasaan dan bisnis yang merusak lingkungan demi keuntungan segelintir pihak.
Ia mengutip studi Oxford (2023) yang menyebut 10 orang terkaya dunia menyumbang separuh emisi karbon global, menunjukkan bagaimana ketimpangan ekonomi berdampak langsung pada kerusakan planet.
“Kita tidak hanya menghadapi plutokrasi, tetapi pollutocracy—kekuasaan yang dilegitimasi oleh kerusakan alam,” tegas Mas Ipin.
Ia mengingatkan, banyak bencana yang terjadi, termasuk di Aceh dan Sumatera beberapa waktu lalu, bukan lagi murni bencana alam, melainkan bencana ekologis akibat eksploitasi manusia.
Dalam konteks ini, Trenggalek mengambil sikap ideologis dengan mempertahankan kawasan hutan, karst, dan pangan dari penetrasi tambang emas raksasa.
“Jika hutan hilang, air hilang. Kalau air hilang, kehidupan hilang. Bagaimana mungkin kita bicara masa depan bangsa?” ujarnya.
Mas Ipin menegaskan bahwa keberlanjutan, keadilan sosial, dan perlindungan generasi mendatang adalah inti dari perjuangan antikorupsi. “Korupsi terbesar adalah ketika kita menggadaikan masa depan bangsa,” tutupnya.

















































































