Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto memandang pemberian tunjangan khusus bagi dokter spesialis dan subspesialis di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) harus dikawal ketat agar benar-benar berdampak pada perbaikan layanan kesehatan.
“Pasal 213 dan 218 UU Kesehatan menugaskan negara menjamin akses layanan kesehatan yang adil. Tapi kalau tidak dibarengi sistem distribusi yang kuat dan fasilitas yang memadai, tunjangan ini hanya jadi kebijakan simbolik,” kata Edy kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut disampaikannya menanggapi terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2025 tentang Tunjangan Khusus bagi Dokter Spesialis dan Subspesialis di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan.
Baca: Ganjar Nilai Ada Upaya Presiden Prabowo Rangkul PDI Perjuangan
Menurut dia, penerbitan perpres tersebut merupakan langkah strategis yang selaras dengan amanat Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Meskipun begitu, kata dia menegaskan, kebijakan itu harus dikawal ketat agar tidak menjadi program populis saja.
Lebih lanjut, menurut Edy, pemerintah perlu pula memastikan bahwa daerah tujuan para dokter tersebut telah dilengkapi dengan fasilitas dan alat kesehatan yang dapat menunjang pemeriksaan medis. Jaminan keamanan dan hukum juga harus didapatkan dokter di DTPK.
Diketahui, perpres itu mengatur pemberian tunjangan sebesar Rp30.012.000 per bulan kepada sekitar 1.100 dokter spesialis dan subspesialis yang bertugas di wilayah DTPK. Jika hal itu direalisasikan, dalam setahun, setidaknya pemerintah mengeluarkan anggaran sekitar Rp4 triliun. Menurut Edy, hal tersebut adalah investasi yang baik.
“Masyarakat bisa menikmati pemerataan kesehatan, diharapkan juga biaya kesehatan di DTPK bisa ditekan karena pemerataan dokter,” ucap dia.
Lalu masih terkait anggaran, Edy mendorong agar pendanaan untuk tunjangan tersebut harus berasal dari APBN. Dia mengaku tidak ingin ada beban untuk daerah karena masing-masing daerah memiliki kekuatan fiskal yang berbeda.
Legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah III itu mengaku khawatir jika sumber tunjangan dibebankan daerah, nominal tunjangan yang diberikan ke dokter akan menjadi berbeda-beda.
“Harus ada kepastian pembiayaan lewat APBN agar penempatan dokter spesialis bisa berkelanjutan dan tidak ‘angin-anginan’,” kata Edy.
Baca: Ganjar Miliki Kenangan Tersendiri Akan Sosok Kwik Kian Gie
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah mengatakan bahwa kebijakan pemerintah memberikan tunjangan khusus untuk dokter spesialis dan dokter subspesialis yang bertugas di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) merupakan ide dari Presiden Prabowo Subianto.
Menkes menjelaskan tunjangan khusus untuk para dokter spesialis dan dokter subspesialis di daerah-daerah DTPK merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap dokter yang mengabdi di wilayah-wilayah dengan akses terbatas.
Pemerintah, lanjut Menkes, menyadari pemerataan tenaga medis di daerah terpencil masih menjadi tantangan besar sehingga mereka yang saat ini bertugas di daerah-daerah terpencil perlu menerima insentif yang adil, layak dan berkelanjutan.