Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menilai pagu anggaran 2026 untuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tidak sehat.
Ia menyebut, kondisi ini memperlihatkan ketidaksinkronan antara beban program dan ketersediaan anggaran.
“Bayangkan, dari anggaran Rp3,3 triliun, Rp3,2 triliun habis untuk belanja pegawai dan manajemen. Lalu program Bangga Kencana ini mau dijalankan bagaimana? Ini lebih parah dari 2025 yang masih Rp3,8 triliun,” tegas Edy dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9).
Baca: Pantai Mangunharjo Disiapkan Jadi Wisata Unggulan
Ia menyoroti sejumlah tantangan serius seperti masih tingginya prevalensi stunting 21,5 persen, disparitas fertilitas antarwilayah, angka kelahiran remaja yang belum turun, hingga pernikahan dini yang mengancam kualitas sumber daya manusia. Menurutnya, anggaran yang minim tidak sejalan dengan kebutuhan tersebut.
“BKKBN meluncurkan gerakan orang tua asuh cegah stunting, tapi dengan anggaran begini jelas tidak sinkron. Bahkan dengan rencana transformasi BKKBN jadi kementerian, semakin tidak nyambung kalau nyawa programnya tidak didukung,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga menegaskan, ketiadaan anggaran untuk alat kontrasepsi sangat merugikan rakyat miskin. Menurutnya, kalangan mampu masih bisa membeli atau memilih metode keluarga berencana sendiri, sedangkan masyarakat miskin sangat bergantung pada bantuan pemerintah.
"Kalau orang kaya, beli kondom bisa pilih merek, atau pakai metode kalender. Tapi orang miskin enggak bisa, mereka mengandalkan alat kontrasepsi dari pemerintah. Jadi kalau tidak ada, ya mereka yang paling dirugikan,” kata Edy.
Baca: Koster Tegaskan Bali Aman dan Kondusif
Ia menambahkan, masalah pendataan keluarga juga tidak boleh diabaikan. Data menurutnya tetap menjadi kewenangan BKKBN secara konstitusi, meski integrasi bisa dilakukan bersama BPS dan kementerian lain.
“Oleh karena itu, saya mendukung usulan tambahan anggaran. Minimal Rp2,5 triliun harus dialokasikan untuk Alkon dan data keluarga, agar program ini bisa berjalan. Nyawa BKKBN ada di dua hal itu,” pungkasnya.