Ikuti Kami

I Wayan Sudirta: Polemik UU BUMN Terkait KPK Beri Jalan Bagi Pelaku Korupsi

Pengaturan ini menimbulkan polemik, karena dinilai seolah melindungi seluruh BUMN dari penindakan kasus tindak pidana korupsi oleh KPK.

I Wayan Sudirta: Polemik UU BUMN Terkait KPK Beri Jalan Bagi Pelaku Korupsi
Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta menyoroti soal Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) Nomor 1 Tahun 2025 yang salah satu pasalnya mengatur terkait pegawai badan maupun direksi, dewan pengawas, dewan komisaris bukan penyelenggara negara sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam tidak bisa menyentuh direksi hingga Komisaris BUMN dalam perkara dugaan pidana korupsi.

Menurutnya, diskusi mengenai penegakan hukum mengemuka ketika UU BUMN yang baru mengatur mengenai subyek BUMN yang bukan dikategorikan penyelenggara negara. 

Dalam Pasal 3X Ayat (1) dan Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN mengatur, bahwa organ dan pegawai badan maupun direksi, dewan pengawas, dewan komisaris bukan penyelenggara negara.

“Pengaturan ini menimbulkan polemik, karena dinilai seolah melindungi seluruh BUMN dari penindakan kasus tindak pidana korupsi oleh KPK, sebagaimana kewenangan KPK yang diatur dalam UU KPK maupun UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN,” kata Wayan, dikutip Selasa (20/5/2025).

Kata dia, boleh jadi pembentukan UU BUMN tersebut merupakan sebuah strategi berhasil dalam upaya mengoptimalkan manajemen keuangan negara. Namun, secara ekuivalen juga menciptakan risiko dalam pengawasannya. Kekhawatiran masyarakat tentu juga hadir bersama dengan optimisme pasar.

“Salah satu kekhawatiran besar tersebut adalah terkait dengan pengawasan dan penegakan hukumnya. Pengaturan UU tersebut dinilai justru memberi jalan bagi pelaku korupsi untuk semakin menghindari permasalahan hukum,” ujar Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Padahal, Wayan mengatakan berdasarkan data bahwa KPK telah melakukan penegakan hukum terkait kasus di BUMN. Misalnya sebagaimana disampaikan oleh ICW, dari 2016-2021 saja terdapat 119 kasus dan 340 tersangka. 

Selain itu, publik juga sering mendengar bahwa KPK maupun Kejaksaan Agung melakukan penindakan terhadap kasus yang terjadi di BUMN, seperti kasus Pertamina. 

“Namun begitu, Menteri BUMN menyampaikan bahwa KPK tetap bisa melakukan penyidikan kasus korupsi terhadap personel BUMN. Namun, sebenarnya bagaimana dampak dari UU BUMN ini dari sisi legalitas (regulatory framework) terhadap penyidikan kasus korupsi, terutama yang menjadi kewenangan KPK. Benarkah terdapat upaya atau pengaturan untuk melindungi para personel BUMN atau menghindarkan mereka dari kasus korupsi,” ungkapnya.

Menurut dia, untuk dapat memahami ranah penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi, maka faktor atau unsur yang perlu untuk dikaji adalah subyek hukum, perbuatan melawan hukum (mens rea), akibat hukum (kerugian negara), dan kewenangan (kompetensi). 

Dalam polemik pengaturan UU BUMN, Wayan menilai hal yang menarik untuk disimak perjalanan pengaturan tentang penyelenggara negara dan kekayaan negara yang menjadi obyek hukum pidana korupsi yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan secara khusus (lex specialis). 

Mengenai subyek hukumnya, beberapa pakar hukum menyampaikan bahwa BUMN merupakan bentuk dari penyertaan modal negara, sehingga harus dikategorikan sebagai penyelenggara negara. 

Demikian pula terkait dengan obyek kerugian negara, kerugian pada harta kekayaan dalam BUMN seharusnya bagian dari obyek yang termasuk dalam kekayaan negara secara regulatif. 

“Penyelenggara Negara telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” pungkasnya.

Quote