Ikuti Kami

Jokowi Marah, Ansy Desak Kementan Wujudkan Kedaulatan Pangan

"Kemarahan Presiden menandakan ada hal yang tidak beres, ada kesalahan dalam pengelolaan sektor pertanian".

Jokowi Marah, Ansy Desak Kementan Wujudkan Kedaulatan Pangan
Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema). (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema)  menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI secara virtual dengan Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Direktur Jenderal Hortikultura, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktur Jenderal Perkebunan, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) RI, baru-baru ini. 

Agenda RDP membahas situasi dan kondisi pangan terkini dan isu-isu aktual terkait pertanian, perkebunan dan peternakan. 

Baca: Vaksinasi Corona, Hasto: Pelayanan Kesehatan Untuk Semua

Ansy mengingatkan segenap Eselon I Kementan untuk bersungguh-sungguh menanggapi kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian 2021, Senin, 11 Januari 2021. 

"Sebagai orang Jawa, jarang kemarahan diumbar ke publik, namun jika sudah disampaikan terang-terangan, berarti ada masalah serius. Kemarahan Presiden menandakan ada hal yang tidak beres, ada kesalahan dalam pengelolaan sektor pertanian," ujar Ansy. 

Ansy melanjutkan, kemarahan Presiden adalah juga kemarahan rakyat Indonesia yang selama ini telah disuarakan Komisi IV DPR RI saat rapat dengan Kementan. 

Banyak rakyat yang mempertanyakan, mengapa Indonesia sebagai negara agraris masih saja mengimpor pangan dan produk pertanian. 

"Saat itu, Presiden mempertanyakan kontribusi pupuk bersubsidi bagi peningkatan produktivitas pangan. Selama masa pemerintahan Jokowi pada periode pertama (2015-2019), rata-rata anggaran subsidi pupuk mencapai Rp 31,74 triliun. Pada 2021, pemerintah akan menaikkan alokasi pupuk bersubsidi, sehingga menjadi 9 juta ton plus 1,5 juta liter pupuk organik cair, sedangkan tahun 2020 alokasinya hanya 8,9 juta ton," ungkap Ansy 

Politisi PDI Perjuangan itu melanjutkan, Presiden Jokowi tidak hanya menyoroti kebijakan pupuk bersubsidi, tetapi resah melihat kebijakan pangan-pertanian nasional. 

Sebab secara paradigmatik, impor bukan sumber utama penyediaan pangan dalam negeri.  Sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional. 

"Artinya, impor hanya dilakukan sebagai alternatif pemenuhan pangan yang bersifat komplementer, bukan sumber utama untuk memenuhi kebutuhan domestik," ujar Ansy.

Faktanya, sambung Ansy, pada Januari-November 2020 saja impor bahan pangan nasional utama mencapai USD 7,5 miliar, yang meliputi beras, gandum, jagung, kedelai, gula tebu, bawang putih dan bawang bombai. 

Baca: Putra Dorong Menpora Bangun Ekosistem Kompetisi Baru

Dalam presentasi Direktorat Hortikultura pada (16/10/2020), Indonesia akan mengalami defisit komoditi bawang putih sebesar 532,534 ton, bawang Bombay 128,349 ton, jeruk 82,808 ton, lengkeng 44,737 ton dan anggur 34,477 ton pada 2021.

"Artinya, kita akan mengimpor lagi tahun 2021.  Karena itu, saya mendesak Eselon I Kementan untuk menjadikan momentum kemarahan Presiden sebagai dorongan, cambuk, momentum untuk mengorientasikan paradigma pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan," tegas Ansy. 

Untuk mencapai kedaulatan pangan, lanjut Ansy, Kementan harus kerja keras, kerja cerdas, kerja sama, dan kerja cepat melepaskan ikatan pada zona nyaman ketahanan pangan. 

Sayangnya, ungkap Ansy, paparan presentasi Eselon I Kementan dalam RDP belum menyampaikan uraian komprehensif untuk mengatasi impor seperti mengungkap problem, penyebab, analisis ilmiah, potensi dan langkah-langkah pengembangan komoditas subsitusi impor. 

"Terutama tentang kedelai, saya menanyakan kepada Ditjen Tanaman Pangan: apa sebetulnya yang menjadi permasalahan produksi kedelai dalam negeri? Apa analisis-kajian akademiknya? Mengapa tahun 1992 kita pernah mengalami swasembada kedelai dengan produksi 1,8 juta ton, kini kita sangat tergantung pada kedelai impor? ," ujar Ansy. 

Saat ini, ungkap Ansy, berdasarkan data BPS, dalam lima tahun terakhir Indonesia melakukan impor kedelai dengan rata-rata sebesar 2,5 juta ton. 

"Lalu, mengapa sekarang kita tidak bisa? Apakah masalahnya ada pada sisi produksi ataukah pada sisi distribusi? Bagaimana solusinya?"ujar Ansy. 

Tidak hanya kedelai, pertanyaan yang sama Ansy tujukan pula ke Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dan DitjenHortikultura agar menghilangkan ketergantungan pada impor gula, bawang putih, bawang bombay, jeruk, lengkeng, anggur, dan komoditas impor lainnya. 

"Saya berharap seluruh Eselon I Kementan membuat terobosan-terobon kreatif yang bisa menghindarkan Indonesia dari ketergantungan impor," ujar Ansy.

"Sekali lagi, mari jadikan Indonesia juara hortikultura dan berbagai komoditas lainnya," pungkasnya.

Quote