Ikuti Kami

Juliari: Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bukan Salah Jokowi

Pelemahan rupiah itu kan ada faktor eksternal, yakni tekanan dari negara-negara berkembang yang ekonominya lagi jelek.

Juliari: Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Bukan Salah Jokowi
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Juliari P Batubara.

Semarang, Gesuri.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Juliari P Batubara mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bukan salah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Begini, pelemahan rupiah itu kan ada faktor eksternal, ada faktor internal. Eksternal, memang ada tekanan di negara-negara berkembang yang ekonominya lagi jelek," katanya di Semarang.

Baca: Juliari: IKM Harus Pertahankan Kualitas Produk

Hal tersebut diungkapkan Ari, sapaan akrab Juliari saat "Penyerahan Fasilitasi Bantuan Mesin dan Peralatan dari Kementerian Perindustrian kepada IKM di Kota Semarang" di Kantor Kecamatan Semarang Barat.

Ari menjelaskan tekanan yang menyebabkan gejolak ekonomi di Turki, Argentina, dan Brasil kemudian berdampak di Indonesia karena para pemain uang dunia menarik uang untuk dipindahkan ke tempat lebih aman.

Faktor internal, kata dia, pertama karena sampai saat ini neraca perdagangan masih minus dengan impor yang lebih banyak ketimbang ekspor, tetapi kondisi itu sudah berlangsung sejak 10 tahunan lalu.

"Kedua, 40 persen surat utang dimiliki asing sehingga ke depannya harus dikurangi, salah satunya dengan memanfaatkan dana pensiun. Ini kesalahan siapa? Bukan Pak Jokowi. Kesalahan perencanaan dari dulu," katanya.

Meski demikian, Wakil Bendahara Umum DPP PDI Perjuangan itu menilai sebuah kewajaran ketika isu pelemahan rupiah itu dijadikan "senjata" untuk menyalahkan pemerintahan Jokowi karena sekarang ini tahun politik.

"Jangankan melemahnya rupiah. Harga barang naik sedikit saja bisa dijadikan 'senjata'. Ya, biasa namanya tahun politik," kata legislator Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, dan BUMN itu.

Yang terpenting, kata Ari, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu tidak langsung berimbas kepada rakyat kecil yang sehari-harinya tidak membutuhkan dolar, berbeda dengan dampak dari inflasi tinggi.

"Menurut saya, yang paling berbahaya itu kalau inflasinya tinggi. Yang kena seluruhnya, apakah rakyat besar, menengah, kecil, semuanya kena kalau inflasi. Sekarang, inflasi kita kan masih sangat bagus," katanya.

Berbeda kondisinya dengan Turki, Argentina, dan Brasil yang nilai tukar mata uangnya melemah, sekaligus memiliki tingkat inflasi dua digit sehingga dampaknya sangat terasa bagi perekonomian negara tersebut.

"Sekarang, kapan sih perlu dolar AS? Pertama, kalau mau jalan-jalan ke luar negeri, kemudian punya anak yang bersekolah di luar negeri, dan kalangan industri yang 80 persen bahan bakunya harus impor," katanya.

Baca: Juliari Dorong IKM Manfaatkan 'e-commerce'

Untuk kalangan IKM dan usaha kecil, kata dia, tidak terlalu terdampak karena menggunakan bahan baku lokal, sementara inflasi selama ini hanya berkisar di angka tiga persen setahun sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan.

"Ya, tetapi melemahnya (nilai tukar, red.) rupiah tetap bahaya kalau terus-terusan sehingga harus segera diatasi. Ya, dengan penggalakan industri nasional dan pengurangan kepemilikan surat utang oleh asing," kata Ari.

Quote