Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Junico Siahaan, merespons isu rencana Tentara Nasional Indonesia (TNI) melaporkan CEO Malaka Project sekaligus influencer, Ferry Irwandi, ke pihak kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik melalui media sosial.
“Dalam konteks UU ITE, kita perlu memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara proporsional. Banyak kasus lain yang secara substansi lebih mendesak dan berdampak luas yang juga perlu mendapat perhatian aparat,” kata Junico, Jumat (12/9/2025).
Politikus asal daerah pemilihan Jawa Barat 1 ini mempertanyakan dasar rencana TNI membawa persoalan tersebut ke ranah hukum.
“Padahal banyak yang lebih urgent untuk ditindak karena melanggar UU ITE,” ucapnya.
Ferry Irwandi sendiri merupakan mantan PNS Kementerian Keuangan yang kini aktif sebagai konten kreator dan YouTuber. Belakangan ia kerap menyuarakan 17+8 Tuntutan Rakyat dalam aksi demonstrasi akhir Agustus lalu.
Sejumlah petinggi TNI, antara lain Dansatsiber Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom Mayjen Yusri Nuryanto, dan Kapuspen Brigjen Freddy Ardianzah, diketahui mendatangi Polda Metro Jaya pada Senin (8/9/2025) untuk melakukan konsultasi hukum terkait dugaan pelanggaran oleh Ferry. Meski demikian, Brigjen Freddy mengingatkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan lembaga tidak dapat melaporkan pencemaran nama baik.
Hal ini juga diperkuat pernyataan Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, bahwa TNI tidak dapat menjadi pelapor sesuai Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut menafsirkan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE hanya berlaku bagi individu, bukan lembaga, jabatan, atau institusi negara.
Menanggapi situasi ini, Junico mengingatkan pentingnya fokus aparat pada kasus yang lebih berdampak bagi publik.
"Perhatian penegak hukum sebaiknya tidak hanya difokuskan pada kasus perorangan yang dinilai tidak mengandung ancaman langsung terhadap kepentingan publik secara luas," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berekspresi warga negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
"Dalam negara demokrasi, lembaga negara, termasuk institusi pertahanan, harus menunjukkan keteladanan dalam menyikapi kritik dan ekspresi warga negara,” jelasnya.
“Ruang digital adalah ruang publik, yang tidak bisa serta-merta disterilkan dari suara-suara yang berbeda pendapat," lanjutnya.
Lebih jauh, Junico menegaskan Komisi I DPR RI mendorong penggunaan UU ITE yang bijak dan seimbang. Menurutnya, penyelesaian kasus seperti yang menimpa Ferry lebih tepat dilakukan melalui mediasi.
"Kami tidak dalam posisi membenarkan pelanggaran hukum dalam bentuk apa pun, tetapi kami mendorong adanya proporsionalitas,” tuturnya.
“Kasus seperti ini semestinya bisa dikedepankan melalui mediasi, bukan langsung proses pidana, apalagi jika substansi kritiknya masih dalam batas wajar," tambahnya.
Junico juga memastikan komitmen Komisi I DPR dalam mengawal kebebasan berekspresi di ruang digital agar tetap sehat, terbuka, dan adil.
"Proses hukum tidak boleh dijadikan instrumen pembatas aspirasi rakyat, melainkan harus menjadi jaminan atas rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga negara," pungkasnya.