Ikuti Kami

Kanang Desak Pemerintah Susun SOP Dapur MBG, Usai Limbahnya Cemari Irigasi Pertanian

Desakan itu disampaikan setelah muncul kasus dugaan pembuangan limbah dapur MBG ke saluran irigasi pertanian di Desa Jambangan.

Kanang Desak Pemerintah Susun SOP Dapur MBG, Usai Limbahnya Cemari Irigasi Pertanian
Anggota Komisi VI DPR RI, Budi Sulistyono alias Kanang (paling kanan).

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Budi Sulistyono alias Kanang, mendesak pemerintah pusat dan daerah segera menyusun standar operasional prosedur (SOP) yang tegas terkait pengelolaan dapur makan bergizi gratis (MBG).

Desakan itu disampaikan setelah muncul kasus dugaan pembuangan limbah dapur MBG ke saluran irigasi pertanian di Desa Jambangan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, yang menyebabkan tanaman padi warga terganggu pertumbuhannya dan air irigasi berubah warna serta berbau menyengat.

Menurut Kanang, persoalan limbah dapur MBG ini bukan sekadar isu lokal, melainkan menyangkut kepentingan strategis nasional karena berpotensi mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan.

Menurutnya, program MBG merupakan inisiatif baik dari pemerintah untuk meningkatkan gizi anak sekolah, namun pelaksanaannya di lapangan tidak boleh merusak lingkungan dan mengganggu aktivitas pertanian rakyat.

“Program nasional yang utama adalah kedaulatan pangan. Apapun langkahnya itu tidak boleh mengganggu ketahanan pangan. MBG boleh jalan, tapi jangan mengganggu,” tegas Kanang, Selasa (4/11/2025).

Berdasarkan hasil pengamatannya di lapangan, air limbah dari dapur MBG telah mencemari saluran irigasi pertanian. Air yang sebelumnya jernih kini berubah warna, mengeluarkan bau menyengat, dan menimbulkan busa di permukaannya.

Beberapa petani juga melaporkan bahwa tanaman padi mereka tumbuh tidak merata dan sebagian mulai mengering.

“Setelah dilihat, pembuangan ini menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak merata dan mulai dirasakan dampaknya. Limbah langsung seperti ini harus mendapat perhatian serius,” jelas Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim tersebut.

Ia menilai akar persoalan ini terletak pada lemahnya perencanaan dan pengawasan program MBG di daerah. Pengelola dapur, sebutnya, terlalu fokus pada proses memasak dan distribusi makanan tanpa memperhitungkan sistem pengelolaan limbah.

“Dapur ini tidak direncanakan dengan baik. Mereka hanya memasak sampai matang dan diterima siswa, padahal yang seharusnya diperhitungkan adalah bagaimana limbahnya dibuang ke mana dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan,” ujar mantan Bupati Ngawi dua periode itu.

Kanang menegaskan, secara nasional pemerintah menempatkan program ketahanan pangan sebagai prioritas utama. Oleh sebab itu, pelaksanaan program MBG—meskipun penting bagi peningkatan gizi anak sekolah—tidak boleh dijalankan dengan cara yang mengganggu kedaulatan pangan.

“Kalau kita bicara nasional, program utama dan prioritas negara adalah ketahanan pangan. MBG itu menyusul. Jadi munculnya MBG ini tidak boleh mengganggu program ketahanan dan kedaulatan pangan,” tegasnya.

Untuk itu Kanang mendesak agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, segera menetapkan SOP tegas untuk semua dapur MBG di Indonesia. SOP tersebut harus mencakup keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang layak, izin lingkungan resmi, dan pengawasan berkala oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

“Harus ada SOP yang tegas terkait tata kelola dapur MBG, termasuk IPAL wajib, izin lingkungan, dan pengawasan berkala dari DLH. Ini penting agar kasus seperti di Ngawi tidak terulang,” ujarnya.

Menurut Kanang, dengan adanya SOP yang ketat, setiap penyelenggara dapur MBG akan memiliki pedoman teknis dalam mengelola limbahnya. Dia menilai, selama ini pelaksanaan program MBG di daerah terkesan terburu-buru tanpa perencanaan lingkungan yang matang.

“Kalau semua dapur MBG punya SOP yang sama dan diawasi, maka tidak akan ada lagi kasus seperti ini. Kita tidak ingin program yang tujuannya mulia justru menimbulkan masalah baru di lapangan,” tutur Kanang.

Ia juga minta agar pemerintah pusat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh dapur MBG di Jawa Timur, termasuk aspek teknis dan perizinan lingkungan. Langkah itu dinilai penting agar kebijakan sosial pemerintah tidak berdampak negatif pada sektor pangan.

“Pengawasan itu wajib, bukan insidental. DLH harus aktif memeriksa kelayakan lingkungan setiap dapur MBG. Jangan sampai kasus seperti di Ngawi ini baru ramai setelah petani menjerit,” tegasnya.

Dia berharap pemerintah segera membentuk tim terpadu lintas instansi untuk menyusun SOP nasional yang mengatur tata kelola dapur MBG secara komprehensif—mulai dari desain dapur, sistem IPAL, manajemen limbah, hingga evaluasi rutin.

“Kalau SOP ini diterapkan secara disiplin, saya yakin program MBG akan berjalan baik dan tetap sejalan dengan misi besar negara: menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan nasional,” pungkasnya.

Quote