Jakarta, Gesuri.id – Kredibilitas kesaksian mantan kader PDI Perjuangan, Saeful Bahri, dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, menjadi sorotan tajam.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Saeful Bahri secara mengejutkan mengakui bahwa pernyataannya mengenai dana talangan senilai Rp400 juta yang disebut bersumber dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, hanyalah kebohongan semata yang diciptakan untuk meyakinkan istrinya.
Pengakuan ini muncul saat kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail, mengonfrontasi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saeful tertanggal 11 Februari 2020. BAP tersebut memuat percakapan antara Saeful dan istrinya pada 13 Desember 2019 yang mengindikasikan adanya dana talangan dari Hasto.
Baca: Ganjar Ungkap Hal Ini Akan Usulan Solo Jadi Kota Istimewa
Saeful menjelaskan bahwa narasi "dananya ditalangin Pak Hasto" hanyalah skenario fiktif yang ia karang agar istrinya tidak curiga karena pulang terlambat.
"Ucapan itu hanya untuk meyakinkan istri saya. Saya tidak ingin dia khawatir," kata Saeful di persidangan (22/5).
Pengakuan Saeful ini memperkuat argumen tim hukum Hasto Kristiyanto bahwa BAP yang digunakan jaksa merupakan "daur ulang" keterangan tidak konsisten.
Sebelumnya, Hasto dan tim hukumnya telah menyoroti bahwa banyak keterangan saksi, khususnya dari penyidik KPK, bersumber dari BAPK (Berita Acara Permintaan Keterangan) yang diambil pada tahap penyelidikan 8 Januari 2020. Hasto menilai keterangan tersebut dihidupkan kembali meskipun bertentangan dengan putusan pengadilan nomor 18 dan 28.
Maqdir Ismail menegaskan adanya kontradiksi fatal dalam BAP Saeful. Di satu sisi, Saeful menyebut Hasto sebagai sumber dana, tetapi di sisi lain ia mengakui hal tersebut sebagai kebohongan yang sengaja dibuat untuk menenangkan istrinya.
"Ini menunjukkan ketidakjelasan fakta yang sengaja diangkat untuk memberatkan Hasto," tegas Maqdir.
Tim hukum Hasto juga menyoroti bahwa BAP tidak mencantumkan tekanan dari Harun Masiku kepada Saeful, termasuk permintaan dukungan dana, yang justru terungkap dalam rekaman penyadapan sidang sebelumnya. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya selektivitas dalam penyusunan BAP yang cenderung memberatkan Hasto dan mengabaikan fakta meringankan.
Kasus ini bermula dari upaya PDI Perjuangan mengusulkan kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih. KPK menduga Hasto terlibat dalam aliran dana Rp400 juta untuk menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Baca: Hadir di Pengadilan Tipikor, Ganjar Suntik Semangat ke Hasto
Namun, Hasto Kristiyanto dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Ia menegaskan bahwa dana Rp600-800 juta yang disebutkan merupakan anggaran sah untuk program penghijauan dan vertical garden di kantor DPP PDI Perjuangan. Program ini disiapkan dalam rangka ulang tahun PDI Perjuangan pada 10 Januari 2020, yang bertepatan dengan Hari Bumi.
Hasto menjelaskan bahwa rencana program penghijauan tersebut memang dilaksanakan, dan anggaran lebih dari Rp600 juta hingga Rp800 juta telah disetujui oleh bendahara partai. Ia juga menyebutkan bahwa rencana pengerjaan oleh Saeful Bahri akhirnya tertunda akibat insiden 8 Januari 2020.
Tim hukum Hasto mengkritik keras penggunaan BAP yang dianggap selektif dan tidak menyertakan fakta meringankan, seperti keterangan saksi penyidik KPK Arief yang membantah narasi daur ulang. Selain itu, keterlibatan sopir Saeful, Ilham Yulianto, dalam pengiriman uang ke Agustiani Tio Fridelina juga dinilai ambigu karena saksi kerap mengaku lupa detail transaksi.