Ikuti Kami

Krisantus: KUHP Baru, Kedaulatan & Merdeka Secara Hukum

KUHP baru ini adalah produk asli bangsa yang telah sesuai dengan budaya bangsa, dengan keadaan bangsa Indonesia dan kemajuan yang dicapai.

Krisantus: KUHP Baru, Kedaulatan & Merdeka Secara Hukum
Anggota Komisi I DPR RI fraksi PDI Perjuangan, Krisantus Kurniawan.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi I DPR RI fraksi PDI Perjuangan, Krisantus Kurniawan mengajak masyarakat Indonesia untuk mendukung penuh produk hukum KUHP yang baru disahkan DPR pada Selasa (6/12), dan ia juga mengimbau kepada pihak atau masyarakat yang tidak menyetujui RKUHP yang baru ini boleh mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah menjadi undang-undang.

Baca: Pacul Tegur Bima Arya soal Kandidasi PAN untuk Pilpres

Hal ini disampaikan Krisantus dalam webinar yang digelar oleh Kominfo bertema “Dukung KUHP Buatan Indonesia”. Selain Krisantus, hadir juga sebagai narasumber pada webinar ini yakni, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto, Dosen Komunikasi Universitas Bunda Mulia, Dosen Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Sahid Algooth Putranto, Jumat (9/12).

“Ini merupakan suatu rahmat yang patut kita syukuri bersama. Sebagai warga negara, kita patut berbangga dan mendukung KUHP. Karena, KUHP baru ini adalah produk asli bangsa yang telah sesuai dengan budaya bangsa, dengan keadaan bangsa Indonesia dan kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia. Tentu kita sebagai warga negara wajib mendukung terlaksananya KUHP buatan Indonesia,” ujar Krisantus.

Dikatakan Krisantus, pembaruan KUHP merupakan produk asli yang telah melalui proses pembahasan dan kajian secara demokratis.

KUHP ini, lanjutnya, akan mempengaruhi formulasi, pembentukaan UU pidana khusus. Sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat dalam era keterbukaan di abad 21. 

Selain itu, dalam pembaruan substansi KUHP baru, yang harus mampu mengantisipasi berbagai perkembangan dan delik-delik baru pada proses perubahan masyarakat di dalam era reformasi, Seperti, penyanderaan, makar, teroris, delik-delik komunikasi lewat satelit, penghinaan peradsilan, delik-delik yang berhubungan dengan komputer, Teknologi informasi ruang angkasa, delik-delik terhadap pencemaran lingkungan, kejahatan ekonomi dan bisnis yang semakin berkembang pesat dengan kemajuan dan ilmu teknologi. 

“Urgensi dari penerapan hukum pidana nasional, nantinya lebih dapat mengakomodir kepentingan seluruh lapisan masyarakat Indonesia, yang mana terdiri dari berbagai suku dan budaya yang menjadi dasar dari pembentukan RUU KUHP Baru. KUHP baru telah hadir sebagai produk hukum Indonesia yang mencerminkan nilai asli bangsa Indonesia,” katanya. 

Legislator dapil Kalbar 2 ini menegaskan, KUHP yang dipakai Indonesia selama ini adalah produk kolonial Belanda yang dibuat Belanda pada tahun 1800 dan mulai diterapkan di Indonesia pada tahun 1918 beberapa pasal di dalamnya tidak lagi relevan dengan situasi peradaban bangsa Indonesia. 

Di belanda, KUHP ini sudah mengalami sekitar 6 kali. Sedangkan di Indonesia belum pernah berubah karena adanya pro dan kontra. RKUHP yang sudah 59 tahun disiapkan dan dibahas sejak masa Presiden Sukarno, draft RKUHP terus mengalami berbagai perubahan. Pembahasannya pun timbul tenggelam seiring dengan perjalanan bangsa ini. 

“Sudah memang hakikat tidak ada norma yang sempurna dalam peraturan perundang-undangan sebanyak 624 pasal yang diatur dalam 43 bab di KUHP tidak bisa memuaskan semua pihak, yang terpenting rasionalisasi terhadap substansinya telah dijabarkan dengan gamblang,” ungkapnya. 

“Dalam perjalalan KUHP itu sudah menampung aspirasi semua elemen, meskipun masih ada sikap ketidakpusan dari masyarakat, akan tetapi secara substansi ada masyarakat yang sepakat sebagian lagi tidak sepakat. Itu hal lumrah di dalam negara demokrasi. Tapi DPR dan pemerintah menegaskan, sosialisasi dan akomodasi masukan dari publik telah dilakukan, memang semua tidak bisa dimasukkan,” tegasnya. 

Krisantus mengimbau, jika ada ketidakpuasan dari masyarakat terhadap KUHP ini, masyarakat bisa menempuh jalur konstitusional.

“Jika adanya ketidakpuasan terhadap KUHP yang baru, masih ada jalur gugatan materil dan uji-uji formil untuk menyampaikan aaspirasi secara legal formal. Pengesahan KUHP baru ini  nantinya diharapkan menjadi peletak dasar simbol peradaban suatu bangsa yang berdaulat dan merdeka ecara hukum,” tandasnya. 

Dirinya mengakui bahwa, proses perjalanan penyusunan UU KUHP ini tidak selalu mulus, DPR dan pemerintah sempat dihadapkan pada pasal-pasal yang dianggap kontroversial, diantaranya, pasal penghinaan presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandaslisme, hingga penyebaran ajaran komunis.

“Namun pemerintah meyakinkan masyarakat, bahwa pasal-pasal yang dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam,” jelasnya. 

Sebagaimana diketahui, KUHP dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini.

Baca: Lasarus Minta Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tepat Waktu

KUHP yang mempunyai nama asli Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai lokal pun tergerus hukum penjajah.    

Semangat menggulingkan hukum Belanda dengan hukum pidana nasional terus menggelora sejak 1980-an. Sejak saat itu, tim perumus melakukan studi banding ke berbagai negara di dunia. Namun, saat naskah RUU KUHP baru itu disodorkan ke DPR, selalu gagal.

Selama 30 tahun lebih draf itu teronggok di meja Dewan dan tidak kunjung disahkan hingga hari ini. Pengesahan RUU KUHP ini sempat tertunda pada tahun 2019 karena banyak menuai protes.

 

Kontributor  yogen sogen.

Quote