Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Matindas J. Rumambi menilai negara masih lemah dalam menjamin hak warga negara untuk beribadah sesuai keyakinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
Matindas menyebut, kebijakan turunan seperti Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri sering menjadi penghambat dan sumber konflik di daerah.
“Memang agak miris ketika Pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa negara menjamin hak asasi warga negara untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing. Tetapi di lapangan, muncul aturan turunan seperti SKB Dua Menteri yang justru menjadi titik krusial,” ujar Matindas.
Baca: Ganjar Pranowo Ajak Kader Banteng NTB Perkuat Nilai Perjuangan
Ia mencontohkan kasus di Luwuk, di mana pembangunan gereja baru bisa terealisasi setelah pergantian kepala daerah.
“Ada anomali, Pak Yulianus. Panti pijat cepat dapat izin, kafe cepat dapat izin. Tapi rumah ibadah sulit sekali. Pertanyaan besar kita: negara ada di mana?” katanya.
Menurut Matindas, persoalan ini bukan sekadar masalah administratif, tetapi menyangkut hak asasi manusia yang dijamin konstitusi. Karena itu, pemerintah daerah harus hadir aktif dan tidak abai terhadap kebutuhan warganya yang ingin membangun rumah ibadah.
Selain isu kebebasan beragama, Matindas juga menyoroti persoalan kesejahteraan sosial, mulai dari pergeseran data penerima bantuan sosial (DTKS ke DTPS), penyaluran bantuan bagi lansia non-pensiunan, hingga pentingnya kepesertaan BPJS Kesehatan bagi keluarga.
“Orang kita masih banyak yang belum peduli dengan BPJS, padahal ini penting untuk menjaga ketahanan ekonomi keluarga ketika sakit. Bukan berarti kita berharap sakit, tetapi itu bentuk antisipasi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pengelolaan sampah di Kota Palu yang dinilai belum optimal, meski masyarakat sudah rutin membayar iuran. Matindas menyebut, dengan jumlah rumah tangga mencapai 17 ribu di wilayah Tatura Utara dan iuran Rp35 ribu per bulan, potensi dana bisa mencapai Rp7 miliar per tahun.
Baca: Mengenal Sosok Ganjar Pranowo. Keluarga, Tempat Bersandar
“Itu cukup besar. Pemerintah harus menempatkan kembali anggaran itu untuk program penataan dan pengelolaan sampah, jangan dialihkan ke pos lain. Ini pelayanan dasar yang langsung dirasakan masyarakat,” tegasnya.
Matindas menambahkan, Fraksi PDI Perjuangan akan mendorong agar seluruh masukan masyarakat disuarakan melalui pandangan umum fraksi, baik di tingkat kota, provinsi, maupun pusat.
“Ini penting agar keluhan masyarakat tidak berhenti di forum reses, tetapi benar-benar dijawab oleh kebijakan pemerintah,” tutupnya.

















































































