Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati mendesak pemerintah untuk menunda relokasi sekolah TNTN Riau yang kini terhambat akibat penertiban lahan konservasi.
"Pemindahan tidak bisa dilakukan tergesa karena ada banyak hal yang perlu dilakukan. Mari kita cari dulu win-win solution bagi semua pihak," ujar Esti, Senin (7/7).
MY Esti menekankan, kebijakan tersebut tidak hanya mengganggu aktivitas pendaftaran siswa baru, tetapi juga mengancam masa depan pendidikan anak-anak di kawasan konservasi.
Baca: Benhur Watubun Imbau Masyarakat Waspadai Kondisi Cuaca Ekstrem
Ia mengungkapkan, sebanyak 11.000 kepala keluarga atau sekitar 40.000 jiwa terdampak kebijakan relokasi mandiri hingga 22 Agustus 2025.
Parahnya, sekolah pengganti berada di luar kawasan TNTN dengan jarak tempuh lebih dari 20 kilometer.
"Jangan sampai anak-anak kehilangan hak untuk menempuh pendidikan hanya karena persoalan administratif atau kebijakan wilayah konservasi," tegasnya.
Di sisi lain, Esti juga menyoroti lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menyediakan akses pendidikan yang merata, khususnya di wilayah terpencil seperti TNTN.
"Anak-anak terpaksa menempuh jarak puluhan kilometer hanya untuk bisa sekolah. Maka akhirnya muncul program-program yang memudahkan tapi ujungnya temporary seperti pembangunan sekolah di kawasan konservasi. Lalu, anak-anak yang lagi-lagi merasakan dampaknya," lanjut Esti.
Karena itu, Komisi X DPR akan mengawal kasus relokasi sekolah di TNTN Riau ini hingga tuntas.
Esti meminta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) segera melakukan langkah konkret dan investigasi mendalam.
"Secara khusus kami meminta Kemendikdasmen untuk melakukan investigasi mendalam dan mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan nasib anak didik di kawasan TNTN yang terancam kesulitan mendapat akses pendidikan," ucapnya.
Baca: Evita Nursanty Ingin Temui Nusron Wahid
Kebijakan relokasi ini merupakan buntut dari langkah Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang melakukan relokasi terhadap lebih dari 81.000 hektare lahan di kawasan TNTN.
Imbasnya, empat sekolah dilarang menerima siswa baru, dan tiga sekolah dasar bahkan telah menghentikan seluruh aktivitas belajar mengajar.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran luas tentang hak anak atas pendidikan, khususnya bagi warga yang tinggal di kawasan dengan status lahan bermasalah. Banyak pihak kini berharap agar relokasi ini dilakukan secara bertahap, terukur, dan berpihak pada masa depan generasi muda