Ikuti Kami

Ono Ungkap Ketidakhadiran PDI Perjuangan Saat Rapat Paripurna Merupakan Sikap Tegas ke Pemprov Jabar

Menurut dia, pada pembahasan RAPBD 2025 tidak ada dasar, hanya SE Mendagri dan inpres 1/2025 yang tidak utuh. 

Ono Ungkap Ketidakhadiran PDI Perjuangan Saat Rapat Paripurna Merupakan Sikap Tegas ke Pemprov Jabar
Wakil Ketua DPRD Jabar dari Fraksi PDI Perjuangan Ono Surono.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua DPRD Jabar dari Fraksi PDI Perjuangan Ono Surono menegaskan, tindakan tidak menyetujui RAPBD Perubahan 2025 merupakan sikap tegas dari Fraksi PDI Perjuangan Jabar terhadap kebijakan pemerintah saat ini.

"Kami  PDI Perjuangan punya sikap yang merupakan rangkaian pembahasan perubahan APBD. Sikap kami dari awal masih dikaitkan dengan statemen PDIP yang mempertanyakan terkait dengan perubahan pergub yang sampai delapan kali di mana tanpa melibatkan DPRD," ucap Ono di Ruang Fraksi PDI Perjuangan Selasa (19/8).

Dikatakan Ono, perda itu adalah produk hukum perundangan yang secara hirarki paling bawah. Namun pergub yang saat ini menjadi dasar perubahan dan realokasi hanya merujuk pada surat edaran Kemendagri yang nyatanya surat edaran itu tidak masuk dalam hirarki perundang-undangan.

Baca: Ganjar Pranowo Ungkap Masyarakat Takut dengan Pajak

"Sehingga di Jabar itu pergub isinya membatalkan perda. Padahal itu secara hukum itu perlu dikaji tapi yang jelas peraturan gubernur membatalkan perda yang secara kedudukan paling tinggi dan satu hal tanpa melibatkan DPRD itu perlu dipertanyakan," ujarnya. 

"Jadi dalam surat Kemendagri berpesan perubahan APBD ini hanya cukup diberitahukan pada pimpinan DPRD dan dituangkan dalam perubahan APBD. Jadi apa yang harus dibahas dalam APBD wong sudah berjalan dalam pergub," katanya.

Hal itu kata Ono, yang membuat pihaknya bahkan dia pribadi tidak melibatkan diri dalam pembahasan RAPBD. Pasalnya yang dibahas itu tidak ada subtansinya karena sudah diubah Rp 5,1 triliun.

"Ini sistem demokrasi di kita bahwa setiap pengambilan keputusan itu harus hadir 2/3 dari 120 itu 80 (anggota DPRD Jabar). Artinya secara aturan memang sah karena kemarin dihadiri 81 orang makanya ke depan PDIP menginginkan ada keterbukaan dari gubernur untuk merencanakan, membahas, untuk APBD 2026 yang diawali KUA PPAS lalu lanjut ke rancangan APBD itu agar lebih transparan," ungkapnya.

Menurut dia, pada pembahasan RAPBD 2025 tidak ada dasar, hanya SE Mendagri dan inpres 1/2025 yang tidak utuh. 

Baca: Matindas Soroti Banyaknya Temuan PPATK pada Penyaluran Bansos

"Bicara kemiskinan tapi kok orang miskin dihabisin (pembongkaran UMKM), pendidikan tidak bantu, itu inkosisnten pada inpres 1/2025 dan SE Mendagri," katanya.

"Kedepan, ya sudah lah diuji indikator makro dan mikro 2025. Bagaimana kemiskinan turun enggak, ekonomi tumbuh enggak, anak sekolah naik enggak. Di Januari bisa rilis. Kalau baik ya Alhamdulillah, kalau buruk ya evaluasi," ucapnya melanjutkan.

Menurutnya perlu ada lembaga survei independen selain mengacu pada BPS.

"Seperti tadi pidato di HUT Jabar yang kenyataan di Jabar tidak sesuai. Karena KDM konsisten hanya membuat kebijakan pada saat dia datang . Pada saat datang, rakyat nangis dia kasih uang. Seperti gereja di Sukabumi. Tapi di Bandung, kaum Nasrani juga perlu diperhatikan, di Garut malah diusir. Jadi kebijakan belum komprehensif,  ini bahaya kalau gubernur hanya berdasarkan pas turun tanpa mengukur secara jelas yang dampaknya berkaitan dengan nasib rakyat yang 50 juta jiwa ini," pungkasnya seperti yang dikutip melalui laman Pikiran Rakyat.

Quote