Ikuti Kami

Refleksi Realisme Andi Widjajanto: Dinamika Politik Global dan Dampak Bagi Kepentingan Nasional

Oleh: Yogen Sogen, Penulis Buku "Di Jakarta Tuhan Diburu dan Dibunuh" yang juga Kader PDI Perjuangan.

Refleksi Realisme Andi Widjajanto: Dinamika Politik Global dan Dampak Bagi Kepentingan Nasional
Diskusi 'Dinamika Politik Global dan Dampak Bagi Kepentingan Nasional' yang diselenggarakan oleh AGENDA 45 pada Jumat, 17 Oktober 2025.

Jakarta, Gesuri.id - Diskusi "Dinamika Politik Global dan Dampak Bagi Kepentingan Nasional" yang diselenggarakan oleh AGENDA 45 pada Jumat, 17 Oktober 2025, menjadi sebuah forum yang secara kasat mata sederhana, namun sarat substansi. Dalam ruangan yang intim dengan kurang dari 30 peserta, Gubernur Lemhanas periode 2022-2023, Andi Widjajanto, menghadirkan narasi yang tajam berlandaskan realisme. Ia membedah lanskap masa depan dunia dan implikasinya bagi Indonesia.

Prediksi Eskalasi Fundamental 2037

Inti dari presentasi Andi adalah proyeksi tantangan global di masa depan yang, berdasarkan analisis empirisnya, diprediksi akan mencapai eskalasi fundamental sekitar tahun 2037. 

Prediksi ini bukan sekadar ramalan, melainkan hasil dari pergulatan data yang konsisten ia hidangkan dalam setiap diskusinya. 

Proyeksi waktu ini memicu kegundahan mendalam, sebab ia menyoroti bahwa di tengah dinamika politik global yang bergerak cepat, Indonesia masih memiliki Pekerjaan Rumah (PR) besar yang harus segera ditangani untuk memperkuat diri menghadapi gejolak tersebut.

Dominasi Tiongkok dan "Teori Orang Gila" Trump

Dalam kacamata realisme, Andi menalar bahwa hari ini dunia berada dalam genggaman dominasi Tiongkok. Negara Tirai Bambu telah membangun "sel-sel ekonomi" yang mapan dan memiliki kedaulatan yang tidak bisa ditawar. Pandangan ini menempatkan Tiongkok sebagai satu-satunya entitas yang mampu menghalau dan menginterupsi dominasi Amerika Serikat, terutama di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Andi menilai, Tiongkok menguat di segala lini:

Pertama, kemapanan teknologi digital menunjukkan kecanggihan teknologi Tiongkok semakin tak terbantahkan.

Kedua, kemandirian ekonomi dapat dilihat pada kekuatan ekonomi Tiongkok yang teguh membuatnya tak mudah didikte oleh tekanan eksternal, termasuk dari Trump.
 
Ketiga, Tiongkok berada pada poros yang mampu menandingi dominasi Trump, yang kerap menampilkan teori 'orang gila' dalam strategi politik luar negerinya, sebuah pendekatan yang mencoba memproyeksikan pemimpin sebagai sosok yang tak terduga dan irasional untuk mengintimidasi lawan. 

Keunggulan Tiongkok adalah kemampuannya menalar dan menginterupsi dominasi tak terduga tersebut.

Diskursus mengenai pergeseran poros dominasi ini diakui oleh peserta sebagai "daging semua" (substansi yang padat), membawa lanskap baru dalam menalar pergerakan dunia masa depan.

Dilema Pertahanan Nasional dan Kritik Realis terhadap Alutsista

Andi Widjajanto, sebagai seorang analis pertahanan dengan dimensi realis yang kuat, tidak bisa menghindar dari menalar isu-isu yang bersentuhan langsung dengan daya ledak pertahanan nasional. Pandangan realisnya menjadi kiblat utama dalam membedah fenomena, baik domestik maupun global.

Salah satu dilema besar yang ia ungkapkan berada dalam ranah pertahanan Indonesia. Ia secara kritis menyoroti kebijakan Indonesia yang terlalu banyak membeli pesawat tempur dari berbagai negara. Kegusarannya terangkum dalam satu pertanyaan serius yang mengguncang perspektif: "Ketika terjadi perang, apakah jet-jet ini mampu beroperasi?"

Pertanyaan ini lahir dari kekhawatiran realis mengenai ketergantungan dan kerentanan alutsista multi-platform. Jika negara asal jet-jet tersebut mampu melakukan sabotase, atau terjadi kendala teknis dan logistik yang disebabkan oleh disparitas teknologi dan suku cadang, lantas apa yang harus dihadapi Indonesia di medan perang? Realisme mendorong untuk mempertanyakan kapabilitas operasional alutsista, bukan sekadar kuantitas pembelian. 

Doktrin pertahanan dan pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) di Indonesia, menurutnya, memerlukan pembenahan fundamental yang tidak bisa ditunda.

Apresiasi dan Komitmen Indonesia di Pusaran Konflik Kekuatan Besar

Meskipun menyajikan narasi yang penuh kegundahan dan tantangan, Andi Widjajanto juga memberikan apresiasi terhadap sikap yang diorkestrasi oleh Presiden Prabowo Subianto dalam konteks dinamika global saat ini.

Dalam pandangannya, komitmen Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo yang terus melakukan pendekatan intensif terhadap berbagai negara telah menunjukkan sikap positif Indonesia dalam menjaga kepentingan bersama. 

Terlepas dari segala kekurangan yang mungkin ada, sikap ini—khususnya pendekatan dengan Amerika Serikat dan Tiongkok—dianggap sebagai langkah strategis untuk menyeimbangkan kepentingan nasional dan menjaga perdamaian dunia.

Andi juga mempertegas bahwa di tengah situasi global yang berpotensi menuju konflik besar, perlu ada penegasan lebih lanjut mengenai kompromi negara-negara pemegang senjata pemusnah massal (nuklir). Ini adalah refleksi dari pemikiran realis yang memahami bahwa kekuatan terbesar di sistem internasional berada di tangan negara pemilik kapabilitas nuklir, dan sikap Indonesia terhadap pencegahan senjata harus diperjelas.

Mandat Untuk Bertindak

Narasi Andi Widjajanto adalah sebuah mandat untuk bertindak. Ia memaparkan bahwa tantangan dunia di masa depan sangat nyata, dengan Tiongkok sebagai dominator dan ancaman eskalasi fundamental di depan mata (2037). 

Dilema pertahanan Indonesia, yang rentan akibat kebijakan alutsista yang tidak terintegrasi, adalah PR domestik yang harus segera diselesaikan untuk memastikan kedaulatan dan kemampuan bertahan negara. 

Pandangan realisnya menegaskan bahwa kesigapan Indonesia, baik melalui pembenahan doktrin pertahanan maupun strategi politik luar negeri yang seimbang antara Washington dan Beijing, adalah kunci untuk menavigasi dinamika politik global dan mengamankan kepentingan nasional di masa depan yang penuh ketidakpastian. 

Diskusi dalam ruang kecil ini berhasil menghidangkan sebuah peta jalan realisme yang menuntut kesadaran dan tindakan segera dari para pemangku kepentingan nasional.

Quote