Ikuti Kami

Perlindungan Pekerja Migran, Imam Desak Hal Ini ke Ida

Imam mendesak Menaker menerbitkan Peraturan Pelaksana Undang – Undang Perlindungan Pekerja Migran Nomor 18 tahun 2017. 

Perlindungan Pekerja Migran, Imam Desak Hal Ini ke Ida
Anggota Komisi IX DPR Imam Suroso.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR Imam Suroso mendesak Menteri Kesehatan Ida RI Fauziah segera menerbitkan Peraturan Pelaksana Undang – Undang Perlindungan Pekerja Migran Nomor 18 tahun 2017. 

Baik berupa PP, Perpres, Permenaker maupun Peraturan Kepala Badan serta melakukan sosialisasi dan implementasi.

Baca: Jokowi: Kartu Pra Kerja Bukan Program Menggaji Pengangguran

Ironisnya kendati telah diterbitkan Peraturan Pelaksana UU No.18/2017, Tenaga kerja Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia masih saja melalui jalur ilegal sehingga bermasalah ketika bekerja di negara tujuan. 

“Itu sebetulnya legitimasinya, dia itu jelas warga negara Indonesia, kalau sudah punya itu harus dari negara perlindunganya, keamananya, fasilitasnya itu harus diperhatikan oleh negara setempat, misalnya Indonesia. UU warga negara Indonesia, kita amankan bener itu teorinya seperti itu dan memang harus dilaksanakan,” kata Imam.

Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan , warga negara tidak boleh melanggar hukum, kendati memiliki hak dan tanggung jawab, untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan tapi menurut Imam Suroso, harus bisa menjaga nama baik Negara Indonesia agar tidak melanggar hukum serta loyal terhadap NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.

“Kalau dia melanggar misalnya tidak taati, dia ikut kerja di luar prosedur melalui jalur ilegal berarti tidak taat NKRI, apakah itu menjadi warga negara yang baik. UU warga negara mengaturnya seperti itu, dia tidak bisa menyalahkan mutlak pemerintah seharusnya introspeksi,” imbuhnya. Rabu (18/12/2019) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Lebih lanjut ditegaskan Imam, menjadi Pekerja Migran Indonesia di luar negeri, harus bisa melindungi negara aman, bukan melalui jalan tikus lalu ketika mengalami kesulitan datang ke KBRI sehingga KBRI mengalami kesulitan mengeluarkan datanya.

Mengingat kasus – kasus PMI baik di Arab Saudi maupun di Malaysia, yang divonis hukuman mati, Imam pun mengatakan pemerintah mau tidak harus turun tangan karena menggunakan UU Kewarganegaraan, sehingga dari keluarga korban yang menuntut bisa membatalkan hukuman atau menolak negosiasi hubungan diplomatik antar kedua negara.

Baca: Hari Ini, Ganjar Pranowo Umumkan UMK Jateng 2020

“Untuk menggantikan hukuman mati setidaknya mengeluarkan biaya 2 – 3 miliaran rupiah, namun meskipun diberikan uang pengganti tapi keluarga korbannya menolak, tetap dihukum mati,” terangnya.

Namun ditambahkan Imam terhadap Pekerja Migran Indonesia, masih dihentikan (moratorium) dulu untuk pengiriman Tenaga kerja Indonesia, pemerintah masih memperhitungkan resiko dan manfaat kerja di suatu negara sehingga dan juga menyangkut keahlian tenaga kerja Indonesia.

Quote