Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyoroti lonjakan kasus HIV di kalangan anak dan remaja, khususnya di Jawa Barat, yang dinilainya sebagai ancaman serius bagi kualitas generasi penerus bangsa. Ia menegaskan, fenomena ini bukan sekadar persoalan kesehatan, tetapi juga menyangkut masa depan daya saing dan kemajuan negara.
"Generasi muda adalah modal terbesar bangsa. Jika mereka kehilangan kesehatan di usia produktif, maka yang terancam bukan hanya masa depan pribadi mereka, tetapi juga daya saing dan kemajuan negara," kata Puan, Rabu (13/8/2025).
Puan menekankan, kesejahteraan rakyat tidak akan tercapai jika HIV dibiarkan merenggut potensi generasi penerus. Karena itu, ia meminta pemerintah mengambil langkah cepat, terukur, dan menyeluruh, terutama melalui edukasi dengan pendekatan yang selaras nilai budaya dan agama.
"Termasuk pendidikan seksual yang sesuai dengan usia anak. Hal ini sebagai langkah edukasi bagi anak dan remaja untuk berhati-hati dan menjaga lingkungan pergaulan mereka. Peran keluarga juga sangat diperlukan di sini,” ucapnya.
Mantan Menko PMK itu mendorong agar penyediaan layanan kesehatan ramah remaja terus diperkuat, mencakup akses konseling, pemeriksaan dini, serta pengobatan yang mudah dijangkau dan terjamin kerahasiaannya.
"Orang tua memiliki peran penting dalam membimbing dan mengawasi anak-anak mereka agar terhindar dari pergaulan berisiko dan penyakit menular seksual," tutur Puan.
Ia menambahkan, upaya pencegahan HIV memerlukan kerja sama lintas sektor, melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, media, dan organisasi pemuda. Puan memastikan DPR akan terus mengawal kebijakan, regulasi, serta anggaran penanganan HIV agar setiap anak Indonesia memiliki kesempatan tumbuh sehat dan berkontribusi bagi bangsa.
"Pencegahan yang konsisten dan terencana adalah investasi untuk masa depan bangsa," jelasnya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Barat, dari 1,191 juta orang yang menjalani tes HIV pada 2024, kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL) menyumbang 3.247 kasus positif dari 52.105 orang yang diperiksa. Lonjakan kasus terlihat signifikan dalam tiga tahun terakhir, yakni 5.000 orang pada 2021, meningkat menjadi 8.620 orang pada 2022, lalu 9.710 orang pada 2023, dan melonjak hingga 10.405 orang pada akhir 2024.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 2.900 ODHA berasal dari kelompok anak dan remaja, dengan rincian 107 orang berusia 5–14 tahun, 645 orang berusia 15–19 tahun, dan 2.164 orang berusia 20–24 tahun.