Ikuti Kami

Putra Soroti Pemberian Soft Skills Di Perguruan Tinggi

Kampus harus membekali mahasiswanya dengan kemampuan kolaborasi atau intercommunication skills. 

Putra Soroti Pemberian Soft Skills Di Perguruan Tinggi
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Putra Nababan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan para pakar hukum seperti Prof. Widodo Ekatjhjana Guru Besar Hukum Universitas Jember, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Sulityowati Irianto, dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (4/12). (Foto: Elva Nurrul Prastiwi)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Putra Nababan menyoroti pemberian soft skills di dunia perguruan tinggi Indonesia.

Putra meragukan para dosen di berbagai kampus di negeri ini membekali mahasiswanya dengan kemampuan untuk berpikir kompleks. 

Hal itu dikatakan Putra dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan para pakar hukum seperti Prof. Widodo Ekatjhjana Guru Besar Hukum Universitas Jember, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Sulityowati Irianto, dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (4/12). 

“Saya tidak tahu apakah para dosen memahami minat dan bakat anak didiknya sehingga bisa dikembangkan. Kami yang ada di industri, merasakan betul absennya peran dosen tersebut,” kata Putra. 

Putra juga meragukan jika kampus-kampus di Indonesia membekali mahasiswanya dengan kemampuan kolaborasi atau intercommunication skills. 

“Jangan-jangan kolaborasi di kampus-kampus itu antar jurusan atau antar prodi. Padahal kolaborasi itu harus diantara fakultas yang berbeda, supaya menciptakan sesuatu yang quantum leap, bukan cuma sekedar bikin website atau yayasan yang tak membantu apa-apa untuk masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Putra menegaskan, harus ada disrupsi dari kolaborasi itu. Dan rumus disrupsi adalah harus ada kolaborasi dari dua atau tiga disiplin ilmu yang jauh berbeda. 

“Fasilkom, bertemu dengan FEB, bertemu lagi dengan FISIP nah itu baru disrupsi. Tapi kalau Fasilkom bertemu Fasilkom lagi, itu tak akan jadi apa-apa,” katanya. 

Putra pun menyinggung isi pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim beberapa waktu lalu, bahwa dosen dan guru itu harus mengajak anak-anak didiknya bicara.  Pola pendidikan diharapkan tidak berpusat pada guru dan dosen semata.

Selanjutnya, Putra juga menyinggung soal Global Operating Skills, atau kemampuan mengatur orang-orang yang berbeda. Yang dimaksud berbeda disini, lanjut Putra, bukan cuma berbeda suku atau agama, tapi juga berbeda kewarganegaraan.

“Nah itu skills-skills yang dibutuhkan pada masa kini. Ini yang harus menjadi perhatian para dosen. Mereka harus menjadi penggerak para anak didiknya, agar anak-anak didik ini siap untuk menciptakan sesuatu, bukan hanya siap menjadi karyawan,” ujar Putra.

Quote