Ikuti Kami

REPDEM Curigai Ada Kebohongan Publik Soal PCR & Vaksinasi! 

Uniknya, operasi ini dibungkus tindak penyelamatan darurat sembari menghembuskan isu pengalih. 

REPDEM Curigai Ada Kebohongan Publik Soal PCR & Vaksinasi! 
Sekretaris Jenderal REPDEM, Abe Tanditasik.

Jakarta, Gesuri.id - Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), sayap aktivis prodemokasi PDI Perjuangan, menilai telah terjadi kebohongan publik soal PCR, swab antigen dan vaksinasi. Uniknya, operasi ini dibungkus tindak penyelamatan darurat sembari menghembuskan isu pengalih. 

Dengan temuan bahwa harga test RT-PCR hanya 300 rupee atau setara 96 ribu rupiah, melalui juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan RI, pemerintah mengatakan bahwa akan berkonsultasi dengan para stakeholdersnya. 

Baca: Presiden Minta Harga Tes PCR Maksimal Rp550 ribu

"Repdem menebalkan dan menggaris-bawahi kata stakeholders ini. Artinya, banyak pihak terlibat, bukan hanya importir, tetapi juga ada pihak lain yang bukan tidak mungkin itulah Sang Ijon alias Pemburu Rente," ujar Sekretaris Jenderal REPDEM, Abe Tanditasik baru-baru ini. 

Abe melanjutkan, gagal mengimpor beras dengan data manipulatif beberapa waktu lalu, "monster" ini kemudian menyasar derita rakyat, yakni test swab dan vaksin. Perangkat mafianya pun pasti tidak main-main, seperti bisa bermain kebijakan Harga Eceran Tertinggi. 

"Ya, bencana pandemi ini dimainkan sebagai bancakan. Kalau benar ini bekerja untuk rakyat, maka yang digunakan adalah Harga Patokan Pemerintah yang berlaku sama. Baik itu di puskesmas, rumah sakit, maupun klinik," ujar Abe. 

Cara berpikir komersialisasi pandemi ini jelas dengan cara menerapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) tadi. Bukan bagaimana bekerja keras bagaimana secepatnya mengakhiri atau setidaknya berdamai dengan pandemi. 

"Lantas dibuatlah argumen lucu-lucuan. Bahwa ini global dan sebagainya. Ya. Tapi tidakkah tuan-tuan menko lihat bagaimana Piala Eropa, Copa America dan Olimpiade terselenggara? Apakah tuan-tuan menko mau menyalahkan bahwa Rakyat Indonesia susah diatur? Sementara pada di sebuah desa berjarak 30an kilometer dari kantor tuan-tuan belum ada yang namanya stok apalagi vaksinasi? Bahwa masyarakat mencari dimana si vaksin itu berada?," tegas Abe. 

Abe melanjutkan,  di kecamatan tetangga tanah leluhur  Presiden yang seharusnya dibantu, dan tidak cukup vaksin yang datang. Sebab hanya 100 vaksin per hari untuk satu kecamatan.

Atau di kabupaten di Sumatera Utara yang di Ibukota Kabupatennya belum terdengar akan divaksin. Padahal penderita covid19 di pulau besar ini dikabarkan membengkak. 

"Tuan-tuan Menko, jika kalian terus membiarkan harga test antigen dipatok di atas harga 50 ribu rupiah dan harga test RT-PCR dipatok di atas kisaran harga di India dengan hasil yang bisa didapat kurang dari 12 jam, artinya kalian memang membiarkan wabah pandemi ini merajalela dengan waktu yang lama. Mafia alkes dan stakeholders inilah pemenangnya," tegas Abe. 

Baca: Rahmad Beberkan Kenapa di India Harga Tes PCR Bisa Murah

Abe melanjutkan, apabila para Menko itu tidak mematuhi Presiden agar secepatnya merealisasi kekebalan kelompok (herd immunity), dengan mempercepat distribusi langsung ke pemkab/pemko di seluruh Indonesia, artinya mereka tidak mampu melakukan manajemen kedaruratan. 

"Presiden sampai marah terjadi overstock vaksin, sementara 30 kilometer dari kantor kalian saja, lewat jalan tol yang mulus, kalian tidak bisa atasi," ujar Abe. 

"Satu hal lagi, soal vaksin. Mulailah berhemat. Datangkan vaksin berkualitas sangat baik dengan harga 'open source', bukan 'berlisensi' yang rentang harga beli impornya bisa diatas 100 persen. Jangan berpikir komersial. Ini soal keselamatan kita semua dan keselamatan uang rakyat di APBN. Tinggal soal pengabdian atau memang mental bancakan," tegas Abe.

Quote