Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan penyelesaian masalah pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh tidak boleh hanya difokuskan pada penyelamatan proyek semata.
Menurutnya, langkah pemerintah harus diarahkan untuk memperkuat sistem perkeretaapian nasional secara menyeluruh.
“Kami setuju kita harus cari solusi setop perdebatan bahwa ini adalah proyek busuk atau bukan. Setop perdebatan apakah ini investasi sosial atau bukan (kalau) KRL itu investasi sosial. Ini saya kira orientasinya karena proyeknya juga lebih nuansanya bisnis ketika direncanakan,” kata Rieke, Sabtu (8/11).
Rieke menjelaskan, sejak awal proyek kereta cepat dikembangkan melalui skema konsorsium antara China Railway dan empat BUMN besar, yaitu PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Keempatnya tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang bertanggung jawab atas pembangunan dan pembiayaan proyek KCJB.
Namun, lanjut Rieke, sebagian besar BUMN tersebut kini menghadapi tekanan keuangan serius. Karena itu, kemampuan mereka menanggung beban tambahan utang proyek Whoosh perlu dikaji kembali.
“WIKA dan PTPN sedang restrukturisasi, tidak mungkin dibebankan lagi untuk menanggung bunga utangnya Whoosh dan bunga utang Whoosh ini bukan hanya bunga utang tapi di 2028 itu akan masuk dalam beban utang pokok. Lalu, Jasa Marga juga tidak bisa secara clear memutuskan akan berkontribusi dalam menanggung bunga utang setiap tahun dan pokok utangnya karena harus menunggu bagaimana langkah dari pemerintah. Ingat! Jasa Marga itu pegang jalan tol artinya juga tanggung jawabnya besar tidak bisa kemudian ini akhirnya akan berindikasi kolaps,” ucapnya.
Lebih lanjut, Rieke menambahkan bahwa PT KAI juga menanggung beban bunga utang sekitar Rp2 triliun per tahun akibat proyek kereta cepat. Padahal, KAI tengah fokus mengembangkan jalur transportasi yang lebih dibutuhkan masyarakat, termasuk jalur logistik pertanian di berbagai daerah.
“KAI juga demikian, akhirnya KAI harus menanggung bunga 2 triliun per tahun sementara jalur kereta api yang lebih dibutuhkan oleh rakyat Indonesia termasuk oleh petani. Itu sedang dirintis oleh KAI untuk mengadakan gerbong pertanian untuk membangun kereta api di Jawa dan juga di luar Jawa itu yang keinginannya Pak Presiden. Saya kira baik sekali begitu dan ini harus ada solusinya diambil oleh negara apakah skemanya melalui APBN atau dengan apa yang dilakukan oleh Danantara,” ujarnya.
Rieke mendorong pemerintah segera menentukan skema penyelamatan yang paling tepat, baik melalui restrukturisasi utang, renegosiasi, maupun dukungan fiskal negara. Ia mengingatkan bahwa langkah penyelamatan tidak boleh hanya berorientasi pada proyek Whoosh, melainkan harus menjadi bagian dari upaya memperkuat sistem transportasi nasional.
“Restrukturisasi utang, renegosiasi itu penting. Tapi tidak dengan orientasi sekedar menyelamatkan kereta api cepat. Yang harus diselamatkan itu adalah perkeretaapian nasional untuk mem-backup ekosistem ekonomi nasional sehingga ketika mengambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan utang kereta api cepat yang luar biasa kurang lebih total Rp116 atau dengan fluktuatif dolar ini nilai tukar rupiah mencapai 118 triliun,” pungkasnya.

















































































