Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MSc, menegaskan bahwa dunia kini berada di titik kritis sejarah peradaban manusia.
Dalam pidatonya pada Konferensi Internasional Kelima tentang Pengelolaan Pesisir Terintegrasi dan Bioteknologi Kelautan, ia menyebut Ekonomi Biru sebagai kunci revolusioner untuk menyelamatkan masa depan umat manusia.
“Tumpukan krisis global dari geopolitik hingga krisis ekologi menuntut solusi yang tak lagi konvensional: inovatif, inklusif, dan berakar pada alam,” kata Prof. Rokhmin dalam konferensi yang digelar di Yogyakarta, Rabu (30/7).
Konferensi ini diselenggarakan oleh IPB University bersama Rekam Nusantara Foundation, YKAN, dan Climate Works Centre, dengan menghadirkan para pakar dunia guna membahas masa depan laut Indonesia dan dunia.
“Ini bukan sekadar konsep, ini adalah revolusi paradigma. Laut bukan hanya sumber daya, tapi fondasi masa depan kita,” ujarnya, mengangkat tema "Ekonomi Biru, Industri Bioteknologi Kelautan, dan Pengelolaan Pesisir serta Laut Terintegrasi sebagai Pengubah Permainan menuju Dunia yang Lebih Baik dan Berkelanjutan."
Menurut Prof. Rokhmin, yang juga Rektor Universitas UMMI Bogor, pendekatan Ekonomi Biru harus mengintegrasikan teknologi hijau, pembiayaan inovatif, dan kelembagaan proaktif. Pendekatan ini tidak hanya menjawab krisis global, tetapi juga berpeluang menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memulihkan lingkungan.
“Dengan pendekatan ini, kita bisa menjawab ancaman global sekaligus menciptakan lapangan kerja, mengatasi kemiskinan, dan menyehatkan lingkungan,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya paradigma baru dalam mengelola sumber daya laut sebagai poros kemakmuran, ketahanan, dan keadilan iklim.
“Bioteknologi kelautan, infrastruktur hijau, dan pengaturan kelembagaan yang proaktif adalah fondasi utama,” tegasnya.
Prof. Rokhmin mengungkapkan bahwa laut menyumbang triliunan dolar setiap tahun untuk ekonomi global, tetapi lebih dari 95% potensi laut masih belum tergarap optimal.
“Laut mencakup lebih dari 70% permukaan bumi, menyumbang triliunan dolar per tahun bagi ekonomi global. Tapi, lebih dari 95% potensi laut masih ‘tidur’, belum tergarap optimal,” ucapnya.
Ia menilai bahwa Ekonomi Biru bukan jargon, tetapi strategi konkret untuk menjawab tantangan zaman, khususnya bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
“Jika dikelola dengan ilmu, teknologi, dan etika, laut Indonesia bisa menyerap 45 juta tenaga kerja. Ini bukan ilusi, ini peluang nyata,” ungkap Prof. Rokhmin.
Ia menyerukan agar Indonesia mengambil peran kepemimpinan dalam revolusi kelautan global.
“Kalau kita gagal mengelola laut, kita menyia-nyiakan warisan terbesar bangsa. Tapi jika berhasil, Indonesia bisa menjadi kekuatan maritim dunia abad ke-21,” tegasnya.
Dalam pemaparannya, Prof. Rokhmin menyebut bahwa Ekonomi Biru dapat membantu negara-negara berkembang—terutama negara kepulauan seperti Indonesia, Filipina, dan negara-negara kecil di Pasifik dan Karibia—dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Jika dimanfaatkan, dikembangkan, dan dikelola secara tepat, Ekonomi Biru Indonesia dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 45 juta orang atau sekitar 36% dari angkatan kerja nasional," pungkas Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University itu.