Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Rokhmin Dahuri melontarkan kritik tajam terhadap mandeknya distribusi beras oleh Bulog.
Gudang-gudang Bulog di Yogyakarta, Semarang, dan Karawang kini menjadi saksi bisu dari kebijakan yang tak kunjung jelas, tak ubahnya menjadi kuburan massal bagi jutaan ton beras yang dibiarkan menumpuk dan membusuk. Sementara rakyat menjerit karena harga beras di pasaran terus melambung.
“Kami sudah sidak ke gudang-gudang. Banyak beras membusuk, sementara distribusi tak kunjung dilepas. Ini bukan uang negara, tapi pinjaman dari Bank Himbara. Kalau rusak, siapa yang tanggung? Ini bisa jadi bom waktu,” tegas Rektor Universitas UMMI Bogor ini, dikutip dari liranews.com, Senin (1/9).
Dalam pernyataan kerasnya, Prof. Rokhmin Dahuri mengungkap fakta mencengangkan: meskipun gudang-gudang sudah penuh dan stok mulai membusuk, sementara rakyat masih membeli dengan harga tinggi.
Ia mempertanyakan siapa pihak yang memerintahkan Bulog untuk menahan penyaluran beras. Ia menyebut ada indikasi kuat saling lempar tanggung jawab antara Badan Pangan Nasional (Bapanas), Bulog, dan Kementerian Pertanian.
“Kami sudah lakukan sidak ke gudang-gudang di Jogja, Semarang, dan Karawang. Banyak beras yang mulai membusuk! Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Rektor Universitas UMMI Bogor dan Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University ini.
Ia menyoroti potensi konflik antar lembaga: Badan Pangan Nasional (Bapanas), Bulog, dan Kementerian Pertanian ada dugaan kuat tarik-ulur dan saling lempar tanggung jawab. Ia mempertanyakan, siapa sebenarnya yang memerintahkan agar beras tidak segera disalurkan?
Yang lebih mengejutkan, Ia mengungkap bahwa beras yang menumpuk bukan dari APBN, melainkan hasil pinjaman komersial dari Bank Himbara. Artinya, makin lama disimpan, makin besar kerugian negara akibat bunga pinjaman dan potensi rusaknya komoditas pangan.
“Ini bukan uang APBN, tapi pinjaman komersial dari Bank Himbara. Kalau beras rusak, siapa yang tanggung?” tegasnya.
Jika beras rusak, katanya, kerugian tak hanya finansial, dan kepercayaan publik pun terancam. “Ini jelas kelalaian atau justru sabotase kebijakan pangan nasional! Rakyat butuh makan, harga beras naik, tapi stok dibiarkan rusak di gudang. Siapa yang bermain di balik ini?” tandasnya.