Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Romy Soekarno, menegaskan bahwa negara harus menghadirkan kebijakan yang mencerminkan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.
Penegasan tersebut disampaikan Romy dalam rapat evaluasi 4 Daerah Otonom Baru (DOB) bersama Menteri Dalam Negeri dan Komisi II DPR RI.
"Ini bukan sekadar soal data atau angka. Ini soal panggilan jiwa sebagai bangsa. Kita harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil, setiap rupiah yang dianggarkan untuk Papua, mencerminkan rasa keadilan dan empati yang tulus," kata Romy, dikutip pada Senin (7/7/2025).
Ia juga meminta agar Kementerian Keuangan dan Bappenas memiliki cara pandang yang lebih luas dalam menyusun kebijakan anggaran dan perencanaan pembangunan untuk Papua.
Romy menilai efisiensi fiskal semata tidak cukup untuk menjawab tantangan pembangunan di wilayah tersebut.
"Diperlukan terobosan konkret dan kebijakan afirmatif yang lebih berani. Tanpa itu, percepatan pembangunan di DOB Papua tidak akan maksimal, dan manfaatnya tidak akan dirasakan langsung oleh masyarakat," tegasnya.
Dalam rapat tersebut, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian turut memaparkan hasil evaluasi pembangunan di empat DOB Papua: Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Ia menyebut bahwa ada ketimpangan dalam realisasi pendapatan dan belanja antar provinsi.
Menurut Tito, Papua Tengah memiliki capaian pendapatan tertinggi hingga Juni 2025 dibandingkan tiga provinsi lainnya.
"Papua Tengah itu tidak buruk, sangat bagus sekali pendapatannya 48%, 48,7% nomor 2 se-Indonesia, baru diikuti yang lain DKI dan seterusnya. Idealnya di 27 Juni itu semua daerah sudah di atas 40% yang warna-warna hijau," jelas Tito.
Sementara itu, Tito menyebut pendapatan Papua Pegunungan baru mencapai 14%, Papua Barat Daya 17%, dan Papua Selatan 23%.
"Jadi posisi Papua Tengah itu sebenarnya pendapatan hebat 48%, sementara 3 DOB lainnya pendapatannya yang tadi mengandalkan pemerintah pusat sebagian besar, itu hanya 23% bahkan ada yang 14% Papua Pegunungan," ucapnya.
Meski demikian, Tito menyoroti rendahnya realisasi belanja di Papua Tengah yang baru menyentuh angka 15% meskipun pendapatannya tinggi.
"Papua Tengah ini 48% Pak anggaran mereka, pendapatannya, tapi belanjanya baru 15%. Kami sudah menyampaikan kepada gubernur mengecek masalahnya di mana," ujarnya.
"Bagus dalam menyerap anggaran dari pusat, tapi pembelanjaannya kurang. Ini masalahnya adalah rencana pergantian dari kepala-kepala dinas sehingga uangnya mohon maaf dengan segala hormat ditahan di tingkat provinsi Pak Gubernur," sambungnya.
Untuk Papua Pegunungan, Tito menjelaskan bahwa kondisi lebih memprihatinkan karena terjadi defisit.
"Nah kemudian Papua Pegunungan ini yang memprihatinkan kita karena pendapatannya yang mengandalkan pusat baru terserap 14% di bulan Juni, belanjaannya sudah 20%. Artinya terjadinya defisit di Papua Pegunungan," pungkasnya.