Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah menegaskan rencana penerapan payment ID dalam setiap transaksi digital harus dikaji ulang secara mendalam.
Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi mengancam privasi warga dan kedaulatan data nasional.
"Di Australia dan beberapa negara lain, pelaporan setiap pembelian memang ada, tetapi disertai kompensasi nyata seperti tax refund 10-15 persen. Sistem kita belum siap memberikan penghargaan serupa kepada wajib pajak," kata Sarifah, Sabtu (9/8/2025).
Legislator dari Dapil Banten ini menguraikan empat alasan penolakannya. Pertama, sistem perpajakan Indonesia dinilai belum mampu memberikan insentif memadai. Data Direktorat Jenderal Pajak mencatat hanya 16,5 juta wajib pajak aktif dari total 275 juta penduduk.
Kedua, infrastruktur digital Indonesia masih rentan. Sepanjang 2023–2024, terjadi 3.814 kasus kebocoran data menurut Indonesia Data Protection Authority.
“Bayangkan risiko jika data transaksi seluruh warga terkonsentrasi dalam satu sistem," ucapnya.
Ketiga, perlindungan hukum bagi korban kebocoran data dinilai belum memadai. Sarifah mencontohkan kasus kebocoran data BPJS Kesehatan 2023 yang menimpa 279 juta orang, namun tidak disertai kompensasi layak bagi korban.
Ia juga menyoroti laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat 120 ribu rekening nasabah diperjualbelikan di situs media sosial hingga e-commerce.
Keempat, data KTP dan NPWP di bank belum terintegrasi sehingga berpotensi memunculkan masalah baru dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
"Payment ID adalah solusi cacat untuk masalah yang salah. Alih-alih meningkatkan penerimaan pajak, kebijakan ini justru mengorbankan hak privasi warga," tegasnya.
Sebagai alternatif, Sarifah mengusulkan tiga langkah: perbaikan sistem pajak dengan kompensasi otomatis, penundaan payment ID hingga infrastruktur keamanan data siap, dan penerapan model pelaporan berkala alih-alih per transaksi.
"Kita harus belajar dari negara lain. Insentif, bukan paksaan. Perlindungan, bukan eksploitasi. Komisi I DPR akan terus mengawal isu ini untuk memastikan hak warga terlindungi," pungkasnya.