Ikuti Kami

Untari Kecam Penolakan Jenazah Non-Muslim di Mojokerto

Almarhum yang Non-Muslim itu dinyatakan meninggal karena Covid-19 di Rumah Sakit Gatoel, Kota Mojokerto, Kamis (8/7). 

Untari Kecam Penolakan Jenazah Non-Muslim di Mojokerto
Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Timur (Jatim) Sri Untari Bisowarno.

Surabaya, Gesuri.id - Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Timur (Jatim) Sri Untari Bisowarno menanggapi peristiwa penolakan terhadap jenazah warga Non-Muslim di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, baru-baru ini. 

Penolakan dialami oleh jenazah Sumiartotok warga Perum Bumi Sooko Permai, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Almarhum yang Non-Muslim itu dinyatakan meninggal karena Covid-19 di Rumah Sakit Gatoel, Kota Mojokerto, Kamis (8/7). 

Untari menyatakan, peristiwa penolakan itu adalah bagian dari kehidupan yang tak harmonis dalam negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Untari menegaskan hal itu sebenarnya tak boleh terjadi.

"Kehidupan beragama yang penuh toleransi itu seharusnya berbaur, baik yang hidup maupun yang mati. Bila warga yang hidup dengan agama berbeda, bisa hidup berdampingan antara Muslim dan Non-muslim, maka bagi yang mati juga harus begitu," ujar Untari, Senin (26/7). 

Baca: Pandemi, Banteng Jatim Minta Kader Kuatkan Gotong Royong

Untari melanjutkan, setiap Desa memiliki tanah kas Desa. Sehingga warga tidak perlu membeli untuk makam. Kecuali warga di perkotaan, yang memang tak memiliki lahan untuk makam.

"Jadi ambil saja tanah kas desa untuk makam, dan tanah itu bisa digunakan untuk memakamkan siapa saja yang beragama apa saja," ujar Untari.

Untari mengingatkan, dalam hal tempat tinggal, warga di desa itu ketika hidup tak disekat oleh agama. Demikian juga seharusnya ketika sudah wafat.

"Kecuali mungkin tempat ibadah, itu tak bisa berdampingan karena masing-masing agama punya tata caranya sendiri," ujar Untari. 

Untari kembali menegaskan, Indonesia adalah negara Pancasila. Sehingga seluruh warga Indonesia harus bisa mewujudkan nilai-nilai sila Pertama dalam Pancasila dengan utuh.

"Untuk perangkat desa terkait, mohon ini dipahami baik-baik. Maka saya tugaskan kepada Fraksi PDI Perjuangan dan pimpinan DPRD Mojokerto untuk melakukan treatment, melakukan pendampingan kepada masyarakat, bahwa orang hidup dan orang mati bisa senantiasa berdampingan," ujar Untari.

"Saya tidak setuju bila pemakaman itu harus dipilah-pilah berdasarkan agama. Sebab orang mati tak akan bisa menyebarkan agama, jadi jangan khawatir," ujar Untari. 

Untari mengingatkan pada para perangkat desa dan kelurahan dimanapun, untuk turut mewujudkan kehidupan harmonis berdasarkan Pancasila. Dia menegaskan, kasus di Desa Sooko itu jangan terulang lagi dimanapun.

"Para perangkat desa dan kelurahan harus bisa memfasilitasi warganya. Ini negara Pancasila, bukan negara agama. Semua harus bisa hidup berdampingan dengan damai di negara yang berdasarkan Pancasila ini, dengan sila Pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa," ujar Untari. 

"Peristiwa ini menjadi preseden yang tidak bagus. Orang Mojokerto harus dimakamkan di Blitar hanya karena masalah agama. Ini benar-benar tidak mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, maka sekali lagi saya meminta PDI Perjuangan Mojokerto untuk melakukan pendampingan warga terkait hal ini, serta forum lintas agama disana sebaiknya diaktifkan guna membumikan kehidupan toleransi antar umat beragama, termasuk dalam hal pemakaman," ujar Untari. 

Seperti diketahui, anak kandung almarhum Sumiartotok, Medianti Jibi Saraswati menceritakan, setelah ayahandanya menghembuskan nafas terakhir, ia dan keluarganya langsung pergi ke rumah sakit untuk menandatangani dokumen dan segara mencari tempat pemakaman.

Medianti menceritakan, sebagai umat Katolik, saat itu dia menghubungi pihak lingkungan Gereja Katolik guna meminta izin agar ayahandanya dikebumikan di komplek pemakaman Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.

Baca: Harus Ada Skema Pemulihan Ekonomi Pasca PPKM Darurat

Ternyata pihak pemakaman Kedundung menolak lantaran almarhum ayahnya teridentifikasi sebagai jenazah korban Covid-19.

“Ya sudah. Saya kan harus cari jalan lain. Nah, kemudian suami saya tanya pak RT untuk bisa di makamkan di Desa sini (Sooko). Terus saya dikasih nomor salah satu Perangkat Desa bernama Heru dan kemudian mendatangi ke rumahnya,” kata Medianti.

Dari Perangkat Desa tersebut, pihaknya mendapat jawaban jika jenazah ayahandanya tidak bisa dikebumikan di pemakaman lingkungan Perum Sooko Indah dengan dalih ayahnya merupakan warga nonmuslim dan tempat pemakaman tersebut khusus untuk warga beragama Islam.

“Otomatis saya emosi, bapak ini warga sini lama, kok tidak bisa, apa warga sini muslim semua?, Kan tidak to,” keluh Medianti.

Medianti pun menghubungi saudara-saudaranya yang ada di daerah Blitar. Kebetulan di sana ada kerabatnya yang memiliki tempat pemakaman keluarga. Akhinya sekitar pukul 07.30 WIB, keluarga memutuskan jenazah sang ayah dimakamkan di Blitar.

Quote