Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI, Vita Ervita, menggelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, Rabu (17/12).
Kegiatan ini dihadiri tokoh masyarakat, perangkat desa, kader PDI Perjuangan, relawan perempuan, serta warga dari berbagai desa di wilayah Candimulyo.
Sosialisasi berlangsung dalam suasana dialogis, dengan masyarakat aktif menyampaikan aspirasi dan persoalan yang dihadapi di tingkat akar rumput.
Dalam kesempatan tersebut, Vita Ervita tidak hanya memaparkan substansi Empat Pilar MPR RI, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca: Ini 5 Kutipan Inspiratif Ganjar Pranowo Tentang Anak Muda

Namun juga menyoroti isu-isu aktual yang dekat dengan kehidupan masyarakat, khususnya terkait perlindungan saksi dan korban, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta akses keadilan hukum di tingkat desa.
Vita Ervita menegaskan bahwa masyarakat yang menjadi korban KDRT maupun tindak pidana lainnya tidak perlu takut untuk melapor.
Negara, kata dia, telah menyiapkan mekanisme perlindungan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Bagi masyarakat yang mengalami KDRT atau membutuhkan perlindungan hukum, bisa mengadu ke LPSK. Namun memang kami akui, jangkauan LPSK saat ini masih sangat terbatas,” ujar Vita.
Ia menjelaskan, keterbatasan tersebut menjadi salah satu alasan DPR RI bersama pemerintah terus mendorong penguatan regulasi agar LPSK dapat hadir hingga ke tingkat daerah.
“Kami sedang mendorong undang-undang agar LPSK ini ada di setiap daerah. Harapannya, perlindungan saksi dan korban bisa menjangkau masyarakat sampai ke desa-desa,” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Vita juga mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pengecekan, Kabupaten Magelang belum memiliki Sahabat Saksi dan Korban, yakni relawan atau pendamping yang berperan membantu korban kekerasan dan tindak pidana.
“Di Kabupaten Magelang ini belum ada Sahabat Saksi dan Korban. Karena itu kami mendorong agar relawan perempuan, Komnas Perempuan, dan elemen masyarakat bisa mulai membentuk pendampingan bagi korban,” ungkapnya.
Menurut Vita, peran masyarakat di tingkat desa sangat krusial karena merekalah yang paling mengetahui kondisi sosial di lingkungannya.
“Bapak-ibu di desa pasti lebih tahu apa yang terjadi di masyarakat. Kami butuh dukungan dan informasi dari panjenengan semua agar perlindungan saksi dan korban ini benar-benar sampai ke masyarakat,” tambahnya.
Selain isu perlindungan korban, Vita Ervita yang juga bertugas di Komisi XIII DPR RI membidangi Kementerian Hukum, menyoroti pentingnya literasi dan mitigasi hukum di tengah masyarakat.
Ia mencontohkan perlunya perlindungan hukum terhadap produk lokal dan pelaku UMKM agar tidak diklaim pihak lain.
“Produk lokal seperti durian, beras, atau hasil UMKM harus memiliki legalitas dan sertifikasi. Merek dagang perlu dipatenkan supaya tidak mudah diklaim orang lain,” tegasnya.
Menurutnya, penguatan aspek hukum UMKM merupakan bagian dari perlindungan ekonomi rakyat kecil agar mampu bersaing dan berkembang secara berkelanjutan.
Vita juga menekankan pentingnya pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di tingkat desa.

Baca: DPR RI Dorong Perkuat Koordinasi Pusat dan Daerah
Keberadaan pos tersebut dinilai sangat membantu masyarakat yang menghadapi persoalan hukum, mulai dari sengketa tanah hingga masalah keluarga.
“Di tingkat desa seharusnya sudah ada pos bantuan hukum. Ini penting agar warga bisa berkonsultasi tanpa takut biaya mahal,” ujarnya.
Ia menyebut, pemerintah menargetkan pembentukan Pos Bantuan Hukum Desa rampung pada tahun 2025.
Para paralegal yang ditunjuk nantinya akan mendapatkan pelatihan khusus dari Kementerian Hukum selama tiga bulan.
“Harapannya, masyarakat desa bisa langsung mendapatkan konsultasi hukum dengan mudah, tanpa harus bingung dan takut,” pungkasnya.

















































































