Situbondo, Gesuri.id - Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, berziarah ke makam KH Syamsul Arifin dan KH As'ad Syamsul Arifin di Kompleks Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Syafi'iyah di Desa Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Minggu (27/1).
Baca: KH Ma'ruf: Ponpes Salafiyah Layak Dibangun MonumenPancasila
Kedatangan Hasto ditemani Habib Sholeh Almuhdar dari Tim KH Ma'ruf Amin, dan disambut oleh para pengampu di pondok pesantren itu.
Tak hanya berziarah, pada kesempatan itu, Hasto bercerita tentang kedekatan antara pendiri dan pengasuh Ponpes yang berasal dari kalangan Nahdliyin, dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang berasal dari kalangan nasionalis dalam menjaga Pancasila.
Hasto mengisahkan, suatu saat Megawati pernah mendapat pesan dari Bung Karno untuk sowan kepada Kiai As'ad Syamsul Arifin.
Dan hal itupun dilakukan oleh Presiden RI Kelima itu. Saat bertemu, Kiai As'ad menyampaikan 'pesan langitan' mengenai Bung Karno sebagai penggali Pancasila, dan bangsa Indonesia harus bersatu karena Pancasila.
"Beliau berpesan pada Ibu Mega, "Anakku, kalau kau sedang susah, jangan ragu untuk berziarah ke makam para wali dan Bung Karno," kata Hasto.
Dari situlah Megawati selalu menjalani tradisi ziarah kubur, yang juga kemudian menjadi tradisi di PDI Perjuangan.
Kini, Kiai As'ad Arifin sudah ditetapkan menjadi pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi, yang juga adalah kader PDI Perjuangan. Sebab perjuangannya dengan semangat hubbul wathan minal iman dipandang layak diteladani dan diikuti oleh seluruh anak bangsa.
"Saya mendoakan beliau, dan berharap agar kita bersama-sama meneladani beliau, yakni memiliki semangat menjaga Pancasila dengan sepenuh hati,"ujar Hasto.
Baca: Bamusi Harap RUU Pesantren Mewujudkan Revolusi Mental
Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Situbondo memang lekat dengan sejarah perjuangan membela Pancasila. Catatan sejarah menunjukkan, pada 1983-1984 digelar Musyawarah Nasional (Munas) dan Muktamar NU di Ponpes tersebut, yang kala itu dipimpin Kiai As'ad Syamsul Arifin.
Munas dan Muktamar tersebut menghasilkan deklarasi penerimaan asas tunggal Pancasila. Hal itu merupakan terobosan positif yang dilakukan kalangan ulama dan santri, sebab pada saat itu banyak organisasi berbendera Islam yang menolak azas Pancasila.