Ikuti Kami

GMNI Tuntut Rezim Militer Myanmar Hentikan Kekerasan

Seperti diketahui, rezim militer menghadapi demonstrasi  dengan cara-cara kekerasan. 

GMNI Tuntut Rezim Militer Myanmar Hentikan Kekerasan
Ketua Umum DPP GMNI Imanuel Cahyadi.

Jakarta, Gesuri.id - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) turut mengecam cara-cara rezim militer di Myanmar dalam menangani demonstrasi pasca kudeta Militer Februari lalu. 

Seperti diketahui, rezim militer menghadapi demonstrasi  dengan cara-cara kekerasan. GMNI pun menuntut agar cara-cara anti demokrasi itu dihentikan.

"Saya pribadi dan mewakili organisasi menyampaikan turut berbelasungkawa atas para korban yang gugur atas nama demokrasi dan kemanusiaan di Myanmar. Saya berharap agar penggunaan kekerasan dalam penanganan demonstrasi dapat dihindari dan mengedepankan pendekatan yang lebih diplomatis", kata Ketua Umum DPP GMNI Imanuel Cahyadi dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (13/3).

Baca: Kudeta Myanmar, Hasto: Solidaritas ASEAN Harus Tekan Rejim

Kudeta oleh kelompok militer yang terjadi di Myanmar  diawali dengan penangkapan Aung San Suu Kyi serta beberapa pemimpin sipil Myanmar oleh kelompok  militer.

Militer merebut kendali pemerintahan Myanmar pada 1 Februari, setelah Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi memenangkan pemilu.

Kudeta itu pun ditanggapi dengan aksi demonstrasi besar-besaran oleh masyarakat sipil Myanmar yang menolak kudeta militer tersebut.

Aksi demonstrasi anti-kudeta di Myanmar ini kemudian mengalami eskalasi hingga terjadinya  pembantaian para demonstran oleh kelompok militer. Hingga kini, tercatat tidak kurang dari 50 orang meninggal dunia akibat kekejaman Militer Myanmar.

GMNI menegaskan, demonstrasi adalah salah satu jalan untuk menyampaikan pendapat yang diakui secara sah dalam negara demokrasi.

"Karena itu, penggunaan kekerasan yang bertujuan untuk membubarkan demonstrasi, apalagi sampai terjadi penembakan yang menyebabkan meninggalnya demonstran adalah pembunuhan terhadap demokrasi dan kemanusiaan," tegas Imanuel.

Baca: Berkat Menlu Retno, ASEAN Sepakat Bela Demokrasi Myanmar

Imanuel juga menambahkan  beberapa peristiwa telah mencederai demokrasi di Myanmar. Proses penangkapan Aung San Suu Kyi oleh junta militer, pembredelan media-media nasional, dan penembakan demonstran menjadi peristiwa yang mencederai demokrasi di negara bekas koloni Inggris itu.

GMNI berharap, konflik yang saat ini terjadi di Myanmar dapat diselesaikan melalui pendekatan diplomasi, bukan  pendekatan militer. 

"Hal ini penting, demi mencegah terjadinya pecahnya perang saudara di Myanmar. Dorongan dari pihak ketiga, seperti PBB maupun ASEAN, juga diperlukan untuk mencegah konflik yang berkepanjangan," tegas Imanuel.

Quote