Ikuti Kami

Gus Baha Bilang Soekarno 'Didewakan', GMNI Membantah

Sekjen DPP GMNI Sujahri Somar menyatakan, pernyataan Gus Baha itu mengandung kekeliruan.

Gus Baha Bilang Soekarno 'Didewakan', GMNI Membantah
Sekjen DPP GMNI Sujahri Somar.

Jakarta, Gesuri.id - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menanggapi pernyataan seorang tokoh bernama KH Ahmad Bahauddin atau yang akrab disapa Gus Baha, terkait Presiden Pertama Republik Indonesia (RI) Soekarno atau Bung Karno. 

Gus Baha menyatakan, para pendukung Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri seakan mendewakan Soekarno sebagai awal dari kelahiran Indonesia.

Dia mengatakan, Soekarno hanya mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Tetapi yang lebih awal berjuang untuk kemerdekaan Indonesia adalah tokoh Islam dan Partai-partai Islam.

Baca: Megawati Harap Purnapaskibra Jadi Tameng Pancasila

Sekjen DPP GMNI Sujahri Somar menyatakan, pernyataan Gus Baha itu mengandung kekeliruan. Sebab, seakan-akan ingin mendiskreditkan kaum Soekarnois, dan membenturkannya dengan kalangan Islam.

"Kami fikir, sangat keliru apabila ada dugaan atau tuduhan,  bahwa kaum Soekarnois  'mendewakan' Soekarno, serta mengecilkan peran serta kontribusi kelompok-kelompok Islam dalam sejarah Indonesia. Hal seperti itu bukanlah kenyataan karena tak pernah terjadi," ujar Sujahri, Minggu (22/8). 

Sujahri balik mempertanyakan wujud nyata tuduhan Gus Baha tersebut. Dia mempertanyakan, perwujudan dari "pendewaan" Soekarno, serta pengkerdilan peranan kelompok Islam seperti yang dimaksud Gus Baha. 

"Kalau yang dimaksud adalah penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, tentu itu bukan mendewakan Soekarno. Sebab adalah fakta sejarah, bahwa Pancasila dasar negara kita berakar dari Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, meski kemudian ada penyempurnaan. Dan tak terbantahkan pula, bahwa Pancasila digali oleh Bung Karno," tegas Sujahri. 

Baca: Puan Maharani: Jangan Pernah Bosan Bicara Kebinekaan

GMNI pun, lanjut Sujahri, tak melihat adanya pengkerdilan peranan kelompok Islam sebagaimana yang dimaksud Gus Baha. Peranan kelompok-kelompok dan para tokoh Islam menghiasi buku-buku pelajaran sejarah di seluruh strata pendidikan.

"Dan negara pun sudah mengakui peranan ulama besar Indonesia, KH Hasyim Asyari, yang menerbitkan resolusi jihad melawan tentara Sekutu di Surabaya. Pengakuan itu diwujudkan dengan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional," ungkap Sujahri 

Sujahri pun menegaskan, narasi yang dikemukakan Gus Baha itu tak bagus. Sebab mengorek-ngorek kembali perbedaan ideologis, antara kelompok nasionalis dengan Islam, yang semestinya tak perlu lagi diumbar di masa kini.

"Yang kita butuhkan saat ini adalah narasi persatuan, apalagi bangsa ini masih belum keluar dari pandemi Covid19. Hentikan lah narasi-narasi yang membuat rapuh persatuan bangsa," tegas Sujahri.

Quote