Ikuti Kami

Hawra Insiyyah Tustari: Anak Muda Harus Kritis, Bukan Apatis 

Saya datang sebagai anak muda dengan harapan, agar pemikiran dan keresahan generasi saya bisa didengar oleh mereka yang di politik formal

Hawra Insiyyah Tustari: Anak Muda Harus Kritis, Bukan Apatis 
Hawra Insiyyah Tustari, Kader Muda PDI Perjuangan

Jakarta, Gesuri.id — Di tengah meningkatnya ketertarikan generasi muda terhadap isu-isu sosial dan politik, Hawra Insiyyah Tustari, kader muda PDI Perjuangan, menegaskan pentingnya peran pemuda untuk berpikir kritis, berani bersuara, dan terlibat aktif dalam membangun masa depan bangsa.

Pernyataan itu Ia sampaikan saat menjadi pembicara pada Diskusi Hari Santri Nasional yang dilaksanakan oleh PDI Perjuangan di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).

“Saya mungkin yang paling sedikit pengalaman politik formal di sini. Tapi saya datang sebagai anak muda dengan harapan, agar pemikiran dan keresahan generasi saya bisa didengar oleh mereka yang berada di politik formal,” ujar Hawra, yang bulan ini berusia 23 tahun.

Hawra dikenal aktif dalam berbagai kegiatan Model United Nations (MUN) simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mempertemukan pemuda dari berbagai negara untuk belajar diplomasi dan geopolitik.

Ia bercerita, minatnya terhadap isu global tumbuh sejak kecil berkat lingkungan keluarga yang terbuka dan mendorongnya untuk selalu bertanya dan berpikir kritis.

“Orang tua saya selalu mengajarkan untuk jangan takut bertanya. Dari situ saya belajar berpikir terbuka, dan ketika ikut lomba debat serta MUN, saya sadar bahwa ketika anak muda yang kritis bersatu, mereka bisa menciptakan hal-hal besar,” ujarnya.

Dalam MUN Berlin 2025, Hawra mewakili negara Slovenia di Dewan Keamanan PBB dan bersaing dengan delegasi dari berbagai negara seperti Inggris, Austria, Spanyol, dan Italia.

Menurutnya, pengalaman itu membuka pandangan baru tentang pentingnya anak muda Indonesia untuk “go international”, belajar dari luar negeri agar bisa membawa perubahan di dalam negeri.

“Anak muda harus punya semangat global tapi tetap membangun Indonesia. Kalau kita belajar dari negara lain, kita bisa tahu apa yang bisa diterapkan untuk memperbaiki bangsa sendiri,” katanya.

Sebagai bagian dari generasi Z, perempuan yang juga pilot di luar negeri itu menegaskan bahwa pemuda bukan apatis, melainkan realistis.

“Kita sering dibilang apatis, padahal kita realistis. Kita melihat sistem politik sering ganti pemimpin, tapi hasilnya terasa sama saja. Jadi wajar kalau banyak anak muda merasa jenuh,” ungkapnya.

Namun, menurutnya, sikap pasif bukanlah solusi. Ia mengingatkan agar generasi muda tidak sekadar mengkritik, tapi juga ambil peran nyata dalam perubahan.

“Banyak orang bilang, ‘buat apa masuk politik, ujung-ujungnya sama saja.’ Tapi kalau semua berpikir begitu, siapa yang akan mengubah keadaan? Kalau kita tidak suka sistemnya, ya ubah. Jangan cuma reaktif di media sosial, tapi buktikan lewat tindakan,” tegasnya.

Lebih lanjut dirinya juga menyinggung soal kecenderungan partai politik yang hanya melibatkan pemuda saat menjelang pemilu.

“Banyak yang merasa anak muda cuma dipakai sebagai pajangan menjelang pemilihan. Kami ingin suara kami benar-benar didengar dan diwujudkan dalam kebijakan, bukan sekadar simbol,” tuturnya.

Dengan semangat idealisme dan keterbukaan berpikir, Hawra menjadi contoh wajah baru politik Indonesia generasi muda yang kritis, berani, dan tidak kehilangan cinta terhadap bangsanya.

“Sebenci apa pun kita pada keadaan negeri ini, jangan berhenti mencintai dan memperbaikinya. Karena kalau bukan kita yang ubah, siapa lagi?” pungkasnya.

Quote