Jakarta, Gesuri.id - Politisi senior PDI Perjuangan, Panda Nababan, kembali mengulas dinamika politik era Orde Baru yang menurutnya dipenuhi upaya sistematis untuk menghapus segala sesuatu yang berkaitan dengan Presiden pertama RI, Ir. Sukarno. Ia menyebut kebijakan tersebut bukan hanya terlihat dalam pengambilan keputusan negara, tetapi juga meresap hingga ke ruang-ruang sosial dan budaya.
“Semua yang berbau Soekarno itu harus disingkirkan. Itu arah dari Soeharto dan para penjilatnya,” kata Panda dalam Podcast Keadilan TV beberapa waktu lalu. Ia menyebut penyingkiran ini dilakukan secara bertahap, terencana, dan sering kali berlangsung tanpa dapat dibantah karena dominasi kekuasaan yang sangat kuat.
Panda mengungkap bahwa sikap itu tidak terlepas dari kondisi psikologis Soeharto. “Sejak menjadi presiden, Soeharto itu orangnya worry, takut, tidak bisa bekerja sama dengan orang-orang hebat di sekeliling Bung Karno,” tegasnya. Kekhawatiran itu, menurut Panda, membuat Soeharto menjalankan pemerintahan dengan penuh kecurigaan.
Salah satu dampak paling nyata adalah terpinggirkannya keluarga Soekarno yang saat itu hidup jauh dari kemewahan. Panda menyebut bahwa putra-putri Bung Karno bahkan harus tinggal di rumah kontrakan selama bertahun-tahun karena akses ekonomi dan politik mereka dibatasi.
Di sisi lain, keluarga Soeharto justru hidup bergelimang fasilitas negara dan kekuasaan. Kontras sosial ini, ujar Panda, menunjukkan betapa timpangnya perlakuan terhadap keluarga presiden pertama dan kedua RI. “Ada kesenjangan luar biasa. Yang satu dikultuskan, yang satu dihilangkan dari ingatan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bagaimana narasi sejarah direkayasa untuk menghapus peran Soekarno dan menguatkan legitimasi Orde Baru. Mata pelajaran, buku sejarah, hingga media massa dikendalikan untuk menciptakan kesan bahwa Soeharto adalah penyelamat bangsa.
Panda mengingatkan bahwa tindakan itu telah menimbulkan luka sejarah yang panjang. Banyak generasi yang tumbuh tanpa mengetahui kontribusi besar Soekarno, termasuk perjuangannya dalam pembebasan Irian Barat dan diplomasi global yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan dunia.
“Sejarah itu tidak bisa diputar begitu saja. Fakta akan tetap hidup. Dan tugas kita sekarang meluruskannya dengan jujur,” ujar Panda menutup.

















































































