Ikuti Kami

Soeharto tak Layak jadi Pahlawan, Novie Bule: Luka Sejarah, Bukan Teladan Bangsa

Saya anak korban Petrus tahun 1982. Ayah saya diambil dan tidak pernah kembali sampai hari ini. Tidak ada penjelasan, tidak ada keadilan.

Soeharto tak Layak jadi Pahlawan, Novie Bule: Luka Sejarah, Bukan Teladan Bangsa
Kader muda PDI Perjuangan Novie Bule - Foto: Facebook Novie Bule

Jakarta, Gesuri.id - Kader muda PDI Perjuangan Noviana Kurniati biasa disapa Novie Bule, yang pernah viral karena keberaniannya mendorong Rocky Gerung dan dikenal sebagai sosok yang lantang bersuara di media sosial, menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.

Bagi Novie, wacana tersebut bukan hanya bentuk penghinaan terhadap korban rezim Orde Baru, tetapi juga upaya membalikkan sejarah bangsa dengan menutupi darah, air mata, dan ketakutan yang pernah dialami rakyat Indonesia di bawah kekuasaan Soeharto.

“Saya anak korban Petrus tahun 1982. Ayah saya diambil dan tidak pernah kembali sampai hari ini. Tidak ada penjelasan, tidak ada keadilan. Luka itu nyata, dan belum pernah disembuhkan oleh negara. Jadi ketika ada yang mau menjadikan Soeharto pahlawan, bagi saya itu seperti menikam hati para keluarga korban untuk kedua kalinya,” tegas Novie dalam keterangannya, Kamis (30/10).

Menurutnya, Soeharto sama sekali tidak layak disebut pahlawan, karena di masa pemerintahannya justru terjadi berbagai pelanggaran hak asasi manusia berat: mulai dari tragedi 1965, penembakan misterius (Petrus), Tanjung Priok, Talangsari, hingga penculikan aktivis 1997–1998. Semua peristiwa itu meninggalkan luka yang belum pernah diusut tuntas hingga hari ini.

 “Pahlawan adalah mereka yang menegakkan keadilan, bukan yang menebar teror dan ketakutan pada rakyatnya sendiri,” ujar Novie dengan nada tajam.

Ia juga menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sama artinya dengan membunuh cita-cita reformasi yang diperjuangkan oleh rakyat Indonesia tahun 1998.

“Reformasi lahir untuk menumbangkan tirani dan menuntut keadilan. Kalau Soeharto dijadikan pahlawan, berarti kita sedang mengkhianati sejarah dan menginjak-injak perjuangan rakyat yang menumbangkannya,” tegasnya lagi.

Selain itu, Novie menyinggung catatan hitam Soeharto dalam kasus korupsi. Berdasarkan laporan Transparency International (2004), Soeharto dinobatkan sebagai pemimpin paling korup di dunia, dengan dugaan menilap dana negara antara US$ 15 hingga 35 miliar.

 “Soeharto bukan simbol keteladanan. Ia simbol kerakusan kekuasaan. Bagaimana mungkin seseorang yang menjarah kekayaan negara, melanggar HAM, dan menindas rakyatnya disebut pahlawan?” ujarnya.

Lebih lanjut, Novie menilai bahwa mereka yang mendukung wacana ini adalah orang-orang yang tidak memahami sejarah kelam bangsa sendiri, atau tidak memiliki empati terhadap keluarga korban rezim Orde Baru.

“Orang-orang yang mendukung Soeharto jadi pahlawan adalah mereka yang buta sejarah dan beku hati. Mereka tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu, bagaimana gelap dan kejamnya masa itu. Dan yang lebih menyedihkan, mereka tidak punya empati sedikit pun pada keluarga korban yang masih berjuang mencari keadilan,” katanya dengan nada geram.

Novie menyerukan agar bangsa Indonesia tidak kehilangan ingatan dan keberanian untuk menjaga kebenaran sejarah.

 “Bangsa yang melupakan luka masa lalunya akan mengulang tragedinya. Jangan biarkan pelaku penindasan diangkat sebagai teladan. Pahlawan sejati adalah mereka yang berani melawan ketidakadilan, bukan yang menanamnya,” tutup Novie Bule.

Quote