Ikuti Kami

Absurditas #2019GantiPresiden, Agitasi Kaum Karbitan

Tagar 2019 Ganti Presiden dengan foto hoax Presiden Jokowi menjadi bukti kaum oposisi memakai makna yang absurd. Tujuannya menghasut.

Absurditas #2019GantiPresiden, Agitasi Kaum Karbitan
Foto Hoax Presiden Jokowi pakai tagar ganti presiden yang tersebar di media massa

Tiba-tiba saja, awal April ini, tepatnya Rabu tanggal 4, kalangan media sosial dihebohkan dengan gerakan #2019GantiPresiden melalui Twitter. Lalu, sekonyong-konyong bagai petir di siang bolong, tukang bordir, dan industri rumahan kebanjiran order mencetak kaos dengan tulisan #2019GantiPresiden.

Ide ini pertama kali dicetuskan Wasekjen PKS; Mardani Ali Sera lewat akun Twitter-nya @MardaniAliSera. Seketika, bola liar menggelinding, dan diterima pasar ‘kalangan oposisi’ sebagai cara baru untuk menjegal Jokowi memenangi Pilpres kali kedua.

Sejatinya, tak ada yang salah dengan makna #2019GantiPresiden. Bila ditelisik makna sebenarnya tidak lebih sebagai ajakan biar tak golput pada pemilu tahun depan. Sebab, memang pada 2019 ada hajatan pemilu lima tahunan. Itu artinya pula secara konstitusi amanah Jokowi sebagai presiden akan habis masa waktunya.

Baca: Aria Bima: Gerakan #2019GantiPresiden Pragmatis

Namun, kemudian yang terjadi terjadi plesetan makna. Dari makna 2019 merupakan tahun pemilu lima tahunan digeser sebagai ajang: mengganti Jokowi secara konstitusional (begitu tulisan kecil di bawah slogan #2019GantiPresiden). Tentu secara harafiah jadi ada pergeseran makna. Meskipun terasa absurd, tetap saja dipasarkan sebagai jualan.

Hanya bisa dilihat betapa karbitannya langkah kampanye awal yang mengumbar kebencian di awal. Hal yang ambigu pun disebar seluas-luasnya. Rakyat dibikin planga-plongo. Dibuat bingung langkah bohong belakang yang penting rame duluan. 

Yang lebih menghebohkan, yakni tiba-tiba foto Presiden Jokowi menggunakan kaus berwarna putih dengan tulisan  #2019GantiPresiden. Foto itu ramai beredar di media sosial hingga terjadi perdebatan. Tapi setelah ditelisik, kalangan Istana Kepresidenan membantahnya. Itu berarti, lagi-lagi kampanye negatif yang hobi memakai semboyan hoax. 

Dan, sepertinya memang tim lawan sudah seringkali memakai kabar bohong demi menyerang Jokowi. Dari isu keterlibatan PKI, Negara punya utang besar, antek asing, sampai berbagai kabar miring lainnya yang tak pernah terbukti kebenarannya.

Bahkan, pada Pilpres Juli 2014, hasil perhitungan real count versi PKS, menyebut Prabowo menang, sementara Jokowi hanyalah dimenangkan KPU. Sehingga, ada indikasi kecurangan massif. Alhasil, hingga MK pun sudah memutuskan bahwa tidak ada bukti kecurangan massif dan gugatan Prabowo ditolak. Anehnya, hasil asli real count yang disebut itu tak pernah muncul versi aslinya kepada publik. 

Sementara Mardani sendiri menyebut dirinya mengusung gerakan ini untuk mendidik masyarakat dalam berpolitik. "Gerakan #2019GantiPresiden akan memberikan data, analisa untuk menyodorkan calon lain yang lebih baik agar dipilih pada pilpres 2019," katanya.

Baca: Hasto Mewaspadai Manuver Politik #2019GantiPresiden

Coba kita telusuri perkataan tersebut. Bagaimana mungkin bisa terjadi pergantian bila belum ada para calon presiden. Prabowo Subianto lewat Partai Gerindra sendiri akhirnya dari kegamangan baru memantapkan hati menjadi capres pada Rabu, 11 April. Itu berarti gerakan #2019GantiPresiden selama seminggu tak menawarkan jawaban, bukan? Bisa dibilang hanyalah agitasi tanpa solusi.

Karena itu, tak salah kiranya pendapat Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno. Dia bilang, pembuatan tagar #2019GantiPresiden sebagai bagian dari upaya agitasi dan propaganda untuk meruntuhkan kredibilitas pemerintah yang sedang berkuasa.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sendiri meyakinkan kalau gerakan #2019GantiPresiden bukanlah aspirasi dari grass root atau rakyat kebanyakan. Menurut Hasto, gerakan tersebut adalah manuver politik dari kubu oposisi karena menguatnya elektabilitas Jokowi yang sudah jauh hari mantap dicalonkan sebagai presiden periode kedua oleh PDI Perjuangan.

Presiden sendiri menanggapi santai soal gerakan kaos dengan tulisan #2019GantiPresiden hanyalah gerakan biasa, sehingga tidak perlu ditanggapi berlebihan. "Masak kaus bisa sampai ganti presiden," sebutnya akhir pekan lalu. "Banyak dari kita yang ingin melemahkan bangsa sendiri dengan cara yang tidak beradab. Isu antek asing, PKI, sampai infrastruktur. Begitu satu isu gagal, ganti yang lain," sebutnya.

Alhasil, gerakan #2019GantiPresiden sepertinya tak kembali efektif. Isu ini lebih banyak dibesarkan oleh kalangan oposisi. Sementara kalangan swing voter malah bisa jadi muak dengan tuduhan-tuduhan konyol tak mendasar. Sebab, setidaknya selama 3,5 tahun Presiden Jokowi menjabat sudah banyak kemajuan.

Lihat saja, infrastruktur di bangun dari paling timur Indonesia sampai membentang ke Sumatera. Apakah ada gerakan massif seperti ini sejak dalam satu dasawarsa terakhir. Dan, lihat saja buktinya, apakah kalangan pembantu presiden yang menggelorakan pembangunan massif itu ada yang ditangkap lembaga anti rasuah? Tidak bukan. 

Pengandaiannya seperti proses membangun rumah. Bila pondasi sudah dibuat kokoh, terlebih dahulu, tentunya menunaskan bangunan itu sampai akhir. Biar selesai dan berfungsi. Demikianlah Jokowi sudah membangun pondasi perekonomian, bukankah lebih arif diberikan kesempatan dalam menuntaskannya.

Quote