Ikuti Kami

Hoax Ratna dan Gagalnya Propaganda Nazi Kubu Oposisi

Kekerasan terhadap warga negara, digoreng sedemikian rupa, dan pemerintah selalu menjadi sasaran tembak.

Hoax Ratna dan Gagalnya Propaganda Nazi Kubu Oposisi
Ilustrasi - Foto: Hoboken411.com

AKHRINYA waktu jua yang mengungkap kebenaran. Jika istilah Rocky Gerung, seorang akademisi yang diberi gelar filsuf oleh netizen, ia pernah menyebut pemerintah adalah pencipta hoax terbaik.

Dan istilah tersebut viral, selalu diandalkan kubu oposisi untuk nyinyir terhadap pemerintah. 

Karena kebenaran akan menemukan jalannya, Hanya soal waktu saja. Akhirnya Yang Maha Kuasa juga yang membuka tabir satu per satu, mana orang yang bisanya hanya mengeritik tanpa solusi dan mana pemimpin yang tulus, berbuat nyata dan berjuang untuk kesejahteraan masyarakat luas dengan penuh dedikasi.

Adalah Ratna Sarumpaet yang akhirnya menjadi bumerang bagi kubu oposisi. Yang selama ini selalu menyalahkan pemerintah dalam berbagai aspek.

Kekerasan terhadap warga negara, digoreng sedemikian rupa, dan pemerintah selalu menjadi sasaran tembak. Selain itu, isu Tenaga Kerja Asing (TKA) yang memang lazim terjadi di seluruh dunia, selalu ada TKA di setiap negara. Bahkan TKI kita juga massif menjadi TKA di negara jiran maupun Timur Tengah.

Karena isu TKA itu lah, Pemerintahan Jokowi dianggap pro asing dan aseng (istilah untuk warga konglomerat keturunan Tionghoa). 

Isu PKI juga, meski tidak relevan lagi untuk dipaksa sebagai sebuah realitas ideologi yang membahayakan dalam konteks kekinian, namun kelompok oposisi selal mendengungkannya. Seakan-akan hantu belao bernama PKI itu masih bergentayangan.

Teknik itulah yang digunakan kubu oposisi dalam berabgai hajatan konstestasi politik di Tanah Air. Mereka menggunakan propaganda dengan teknik kampanye repetisi yang pertama kali digunakan oleh Jozef Goebbels (Menteri Propaganda NAZI). Kata Goebbels: “Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya. Tentang kebohongan ini, Bahkan Goebbels juga mengajarkan bahwa kebohongan yang paling besar ialah kebenaran yang dirubah sedikit saja”

Dan teknik repetisi tersebut, paling hangat adalah kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet. Mereka kelompok oposisi mengklaim dampak dari berita hoax penganiayaan kepada Ratna yang juga salah seorang Anggota Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) Prabowo-Sandiaga, sangat merugikan paslon capres-cawapres mereka: Prabowo-Sandiaga.

Padahal, Capres Jokowi juga sangat dirugikan. Akibat hoax itu, dan sampai Prabowo sendiri yang konpers mengutuk aksi kekerasan yang ternyata rekayasa Ratna sendiri, mengakibatkan serangan membabi buta dari para pendukung mereka kepada Presiden Jokowi.

Sebagai penguasa, Jokowi dianggap tidak becus memberikan rasa aman dan nyaman kepada rakyatnya atas maraknya kasus penganiayaan terhadap warga negara, 

Itulah salah satu efek luar biasa dari insuniasi, tuduhan tersembunyi, tidak terang-terangan, atau tidak langsung yang ditujukan Prabowo kepada Pemerintahan Jokowi saat menggelar konpers mengecam penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet yang ternyata hoax yang diciptakannya sendiri.

Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, kita semua tentu berharap Prabowo dan seluruh timnya yang selama ini berprasangka buruk terhadap Presiden Jokowi, dengan mengaitkan kembali kasus Novel Baswedan, Ahli IT (Dosen) ITB Hermansyah yang sebelumnya juga mengalami kekerasan fisik untuk menyetop propaganda itu. 

Kalian para pendukung tidak sadar telah menjadi bagian yang diorkrestasi oleh seorang dirigen, dalam hal ini Konsultan Politik Prabowo-Sandiaga, yang konon kabarnya Konsultan yang sama digunakan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Seperti yang dipaparkan Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko, Jumat (5/10) kemarin, ia mengatakan pada prinsipnya tema besar yang dimainkan kubu 02, ialah menggunakan teknik propaganda Rusia.

Yaitu teknik Firehose of falsehoods. Kata Budiman, teknik tersebut sangat mudah dilakukan, karena hanya perlu memanipulasi data dengan menyebarkan konten-konten kampanye yang tak lagi harus objektif dan konsisten sepanjang dilakukan secara masif, cepat dan terus berulang.

Dengan tujuan utamanya adalah untuk membangun ketidakpercayaan terhadap informasi yang ada. Kemudian menciptakan keriuhan sehingga timbul, oh memang gak ada kebenaran di republik ini. Semua berbohong. Pak Jokowi berbohong, Prabowo berbohong. Semua orang tidak percaya kebenaran atas peristiwa Demokrasi.

Ya, salah satu kebiasaan yang dilakukan kelompok oposisi adalah dengan menyalahkan seluruh kebijakan pemerintah. Semua kejadian di Republik ini, oleh mereka, selalu yang disalahkan Presidennya. 

Di mata mereka Presiden Jokowi tidak ada benarnya sama sekali. Dianggap tidak ada prestasinya. Kinerja bagus dan prestasi segudang Jokowi tidak ada sedikitpun mereka akui.

Terkait hoax yang dirancang Ratna Sarumpaet, adalah tragedi kejahatan demokrasi terbesar saat ini. Selain melukai moral dan telah memecah belah masyarakat, hoax menjadi fitnah paling keji yang sudah mengakibatkan Presiden Jokowi tertuduh.

Bahkan mereka mengklaim capres Prabowo juga dirugikan karena hoax tersebut. Tapi kepolisian harus terus menelusuri motif sebenarnya dari hoax terencana tersebut.

Jangan sampai, Prabowo dan Sandiaga tersandera oleh rekayasa hoax yang diciptakan Ratna Sarumpaet. 

Publik sah saja menduga ada keterlibatan dari oknum di kelompok Prabowo-Sandiaga yang turut mendisain hoax tersebut. Jadi pelakunya bisa jadi bukan Ratna sendirian.

Quote