Ikuti Kami

Indonesia dalam Cermin Autocracy, Inc.

Oleh: Pengajar Stratejik Manajemen IPMI International Business School - Kapoksi PDI Perjuangan Komisi XI DPR RI, Harris Turino.

 Indonesia dalam Cermin Autocracy, Inc.
Dr. Harris Turino, S.T., S.H., M.Si., M.M. - Pengajar Stratejik Manajemen IPMI International Business School - Kapoksi PDI Perjuangan Komisi XI DPR RI.

Pendahuluan

Buku Autocracy, Inc. karya Anne Applebaum memberi kita gambaran menakutkan tentang bagaimana rezim otoriter di berbagai belahan dunia kini tidak lagi berdiri sendiri, melainkan bekerja seperti sebuah jaringan global. Mereka saling mendukung, saling menukar teknologi pengawasan, berbagi teknik propaganda, bahkan saling melindungi lewat mekanisme finansial yang canggih. Applebaum menegaskan bahwa autokrasi modern bukanlah sekadar soal satu orang diktator, tetapi tentang bagaimana sekelompok elite politik, ekonomi, aparat keamanan, dan media membangun struktur yang tahan lama untuk melanggengkan kekuasaan.

Indonesia sebagai salah satu demokrasi terbesar di dunia tentu berada dalam pusaran dinamika global ini. Walau tidak dapat disebut sebagai negara otoriter penuh, banyak fenomena dalam politik Indonesia yang sejalan dengan pola yang Applebaum jelaskan. Membaca buku ini seakan melihat cermin besar yang menyoroti kecenderungan kita: apakah demokrasi yang lahir dari Reformasi 1998 semakin kokoh, atau justru perlahan bergeser menuju praktik-praktik autokratik yang halus namun nyata?

Oligarki dan Ekonomi Politik Kekuasaan

Applebaum menjelaskan bahwa salah satu ciri Autocracy, Inc. adalah keterkaitan erat antara elite politik dan oligarki ekonomi. Negara sering dijalankan bak perusahaan besar yang asetnya diperebutkan oleh lingkaran dalam kekuasaan.

Dalam konteks Indonesia, fenomena ini tidak asing. Konsentrasi kekayaan di tangan segelintir orang sering kali bersinggungan langsung dengan arena politik. Pemilu yang semestinya menjadi kompetisi gagasan, kerap berubah menjadi kontestasi finansial. Akses ke proyek infrastruktur, konsesi sumber daya alam, hingga regulasi tertentu bisa saja dipengaruhi oleh kepentingan kelompok ekonomi tertentu. Hal ini sesuai dengan pola yang Applebaum sebut sebagai “perusahaan otokratik,” di mana ekonomi menjadi instrumen untuk mempertahankan kekuasaan, bukan sekadar sarana pertumbuhan.

Media, Narasi, dan Penguasaan Wacana

Dalam Autocracy, Inc., media dan propaganda digambarkan sebagai instrumen penting autokrasi modern. Tujuannya bukan sekadar menutup akses informasi, melainkan menciptakan keraguan, membingungkan publik, dan menurunkan kualitas perdebatan demokratis.

Indonesia saat ini berada dalam lanskap media yang semakin terkonsentrasi. Sebagian besar televisi nasional berada di bawah kendali konglomerasi besar yang juga punya kepentingan politik langsung. Selain itu, muncul fenomena buzzer politik di media sosial, yang bekerja bukan untuk mendorong percakapan sehat, melainkan untuk menggiring opini, menyerang lawan politik, dan menebarkan narasi polarizing. Semua ini sesuai dengan gambaran Applebaum: propaganda bukan lagi soal membungkam total, tetapi soal membuat masyarakat kebingungan, jenuh, dan akhirnya apatis terhadap politik.

Teknologi, Pengawasan, dan Manipulasi Digital

Autokrasi modern, kata Applebaum, memanfaatkan teknologi mutakhir: dari alat pengawasan hingga algoritma media sosial. Tujuannya adalah mengendalikan informasi dan membatasi ruang kebebasan individu.

Indonesia, dengan penetrasi internet yang sangat tinggi, menghadapi tantangan serupa. Kasus penyalahgunaan data pribadi, penyebaran hoaks, hingga operasi informasi yang terorganisir menunjukkan bagaimana teknologi bisa dimanipulasi demi kepentingan politik. Jika regulasi dan transparansi lemah, maka teknologi yang seharusnya memperkuat demokrasi justru bisa menjadi alat kendali baru yang lebih halus daripada represi fisik era otoritarianisme lama.

Kerapuhan Institusi dan Godaan Autokrasi

Applebaum berulang kali menekankan bahwa demokrasi rapuh jika institusi pengawas melemah. Lembaga legislatif, yudikatif, pers independen, dan masyarakat sipil harus menjadi benteng melawan konsentrasi kekuasaan.

Di Indonesia, tantangan ini nyata. Isu pelemahan KPK, tarik-menarik kepentingan dalam lembaga peradilan, serta kecenderungan parlemen yang lebih sering berkompromi dengan eksekutif daripada menjalankan fungsi pengawasan, menunjukkan adanya kerentanan. Jika lembaga-lembaga ini tidak diperkuat, maka jalan menuju autokrasi halus akan semakin terbuka.

Modal Sosial Reformasi dan Harapan Demokrasi

Namun, berbeda dengan banyak negara yang Applebaum soroti, Indonesia memiliki keunikan: pengalaman Reformasi 1998. Memori kolektif tentang runtuhnya rezim otoriter masih segar, dan kesadaran bahwa kebebasan berpendapat serta demokrasi adalah hasil perjuangan panjang masih hidup di benak masyarakat sipil.

Ruang gerak organisasi nonpemerintah, mahasiswa, pers alternatif, dan diskursus publik di media sosial, meskipun sering terkendala, tetap menjadi kekuatan penting. Modal sosial ini bisa menjadi pembeda yang menjaga Indonesia agar tidak sepenuhnya terjerumus dalam jaringan Autocracy, Inc..

Penutup: Persimpangan Jalan Indonesia

Membaca Autocracy, Inc. seakan menjadi panggilan bagi Indonesia. Kita sedang berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, kita bisa membuktikan bahwa demokrasi dalam negara besar dan plural seperti Indonesia mampu tumbuh menjadi teladan dunia. Di sisi lain, jika oligarki semakin mencengkeram, institusi terus melemah, dan teknologi diperalat tanpa regulasi yang adil, maka kita bisa perlahan tergelincir ke dalam praktik autokrasi yang berwajah modern.

Applebaum menutup bukunya dengan seruan agar demokrasi membangun solidaritas global dan memperkuat institusinya. Bagi Indonesia, pesan itu relevan sekali: demokrasi tidak akan bertahan otomatis. Ia harus dirawat, diperjuangkan, dan dibela setiap hari. Dan tantangan terbesar bukanlah musuh dari luar, melainkan godaan dari dalam: godaan untuk mengorbankan prinsip demokrasi demi kenyamanan, stabilitas, atau kekuasaan jangka pendek.

Indonesia memasuki fase penting dalam sejarahnya. Sebagai salah satu demokrasi terbesar di dunia, kita berhadapan dengan tantangan global yang digambarkan Anne Applebaum dalam Autocracy, Inc.: munculnya rezim otoriter yang tidak lagi berjalan sendiri, melainkan terhubung dalam jejaring global kepentingan politik, ekonomi, dan teknologi. Untuk memastikan Indonesia tidak ikut tergelincir dalam pola itu, Presiden Prabowo perlu mengambil langkah-langkah kebijakan yang konkret, tegas, dan berjangka panjang.

Presiden Prabowo memiliki peluang historis: membuktikan bahwa demokrasi Indonesia mampu bertahan sekaligus beradaptasi di tengah arus autokrasi global. Dengan memperkuat institusi, menata ulang ekonomi-politik, melindungi ruang kebebasan, dan membangun solidaritas internasional, Indonesia bisa menjadi contoh bahwa demokrasi bukan sekadar prosedur elektoral, tetapi jalan menuju pemerintahan yang bersih, adil, dan berpihak pada rakyat.

Quote