Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty minta pemerintah perbaiki tata kelola baja nasional yang saat ini sedang digempur impor baja dari China.
Hal ini karena baja adalah sektor strategis bagi kedaulatan ekonomi, sehingga harus dilindungi.
"Baja adalah tulang punggung industrialisasi. Jika industri baja runtuh, kedaulatan ekonomi ikut tergerus. Oleh sebab itu, repositioning tata niaga baja bukan pilihan, tapi keharusan untuk menyelamatkan industri strategis nasional,” ujar Evita.
Baca: Ganjar Harap Kepemimpinan Gibran Bisa Teruji
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini merinci, menata ulang tata niaga impor baja itu, meliputi kebijakan safeguard dan tarif atau memberlakukan tarif tambahan untuk baja impor yang melonjak tajam, kebijakan wajib menyerap baja lokal, hingga pengetatan standar terhadap baja impor yang diwajibkan memenuhi standar teknis tertentu untuk menekan dumping baja murah berkualitas rendah.
Hal ini demi memastikan penggunaan baja lokal dalam proyek strategis nasional demi menjaga daya saing, lapangan kerja, dan kemandirian industri dalam negeri.
Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) mencatat, impor baja dari China melonjak signifikan dalam satu tahun terakhir. Pada semester I-2024, impor baja China meningkat 34 persen menjadi 2,98 juta ton dari sebelumnya 2,23 juta ton.
Membengkaknya impor ini membuat utilisasi kapasitas produksi domestik anjlok hingga di bawah 40 persen, angka terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
Kondisi ini membuat industri baja dalam negeri di titik nadir karena kini menghadapi tekanan berat dari sisi daya saing, utilisasi pabrik, dan ketergantungan terhadap impor. Apalagi dampak dari tarif impor baru dari Presiden Donald Trump terhadap produk baja akan memicu lonjakan ekspor baja China ke kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
”Ini akan menjadi ancaman bagi industri baja domestik apalagi kita punya proteksi yang relatif lemah. Industri baja mempunyai peran strategis sebagai backbone pembangunan dan industrialisasi. Apalagi pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional 6-8 persen,” katanya.