Ikuti Kami

Megawati, Matahari Yang Terbit Dari Kesunyian

Oleh: Yogen Sogen, Penulis Buku "Di Jakarta Tuhan Diburu dan Dibunuh", Staf Balitpus DPP PDI Perjuangan.

Megawati, Matahari Yang Terbit Dari Kesunyian
Yogen Sogen, Penulis Buku "Di Jakarta Tuhan Diburu dan Dibunuh", Staf Balitpus DPP PDI Perjuangan. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Di Pojok jalan Pegangsaan Barat Nomor 30, tepat pada hari ini, 23 Januari 2021, saya mencoba merenungi perjalanan panjang seorang tokoh revolusioner perempuan Indonesia, Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri. Tepat pada hari ini juga, di tanggal yang sama, 74 tahun lalu ia dilahirkan dari kandungan Ibu Fatmawati yang merupakan Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967. Ibunda dari Megawati juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Seperti Fatmawati, nilai-nilai perjuangan untuk bangsa dan negara pun turut mengalir dalam darah Megawati. Penanaman semangat perjuangan untuk tanah air itu telah melekat sangat dekat di kedalaman jiwa dan batin Megawati. Selain Fatmawati, Megawati selama hidupnya mewarisi hampir seluruh tapak perjuangan Bung Karno, Bapak Bangsa dan Proklamator sejati. 

Sebagai manusia biasa, saya mengambil jalan refleksi. Merenungi tapak-tapak kisah hidup Ibu Megawati sangatlah tidak mudah. Gelombang pasang surut hidup yang mewarnai bingkisan kisah hidup Ibu Megawati, perlu kita jadikan proses perenungan melewati hari-hari berat dalam menempa hidup kita menjadi manusia sesungguhnya. 

Pergumulan Hidup Megawati, Bung Karno dan Kebangsaan

Bung Karno pernah menulis sebuah narasi yang sangat menjiwai kedalaman suara batin masayarakat Indonesia dan cita-cita hidupnya sebagai manusia Indonesia berjudul "Dedication of Life" pada 10 September 1966 silam.

"Saja adalah manusia biasa. Saja tidak sempurna. Sebagai manusia biasa saja tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Hanja kebahagiaanku ialah dalam mengabdi kepada Tuhan, kepada Tanah Air, kepada bangsa. Itulah dedication of life-ku. Djiwa pengabdian inilah jang mendjadi falsafah hidupku, dan menghikmati serta mendjadi bekal-hidup dalam seluruh gerak hidupku. Tanpa djiwa pengabdian ini saja bukan apa-apa. Akan tetapi dengan djiwa pengabdian ini, saja merasakan hidupku bahagia,- dan manfaat.”    

Dedikasi hidup Bung Karno tersebut, saya menyebutnya sebagai “puisi kebijaksaan”. Sangat dalam, penuh perenungan, hikmat dan bijaksana. Entah dari mana Bung Karno menyelami hingga mendapatkan suara batinnya tersebut, tetapi dengan gaungan batin hidupnya, Bung Karno telah mendaraskan makna hidu, dalam diri Megawati.

Megawati tumbuh menjadi perempuan yang sangat bernilai bagi Indonesia. Ia mengilhami kebijaksanaan hidup yang diwariskan Bung Karno dan Fatmawati. Bagi saya, Megawati tidak hanya mendedikasikan hidupnya untuk tanah air tercinta, lebih dari itu, ia telah menghidupi jutaan jiwa-jiwa anak bangsa. Megawati telah membuka kran diskriminatif. Membuka ruang yang sangat berharga bagi perempuan Indonesia untuk bangkit dan menjadi pepimpin di republik ini. 

Dari  perjuangan Megawati menembus batas patriarkis tersebut, apa yang ditulis Bung Karno dalam "Dedication of Life" telah menjelma suluh kehidupan bagi cita-cita dan masa depan anak-anak bangsa. Semua anak-anak bangsa harus memiliki panggung yang sama dalam taman sari Indonesia.

Megawati dan Kesunyian dan Kebijaksanaan Hidup

Merenungi perjalanan hidup Megawati, sama halnya membaca puisi-puisi kesunyian. Hidup adalah tentang membaca, menerjemahkan dan merawat kemungkinan. Sebagaimana yang dikatakan Thomas Aquinas dalam, Summa Theologica, bahwa manusia senantiasa bertindak untuk suatu tujuan. Setelah tujuan terlampaui tentu manusia akan mencari tujuan yang terakhir. 

Pada saat yang sama manusia tidak akan dapat menghendaki lebih dari satu tujuan akhir. Karena satu tujuan akhir manusia itulah yang akan memenuhi (melengkapi) seluruh kehendaknya sehingga tidak ada keinginan lain yang perlu dikehendakinya.

Kehendak tulus Megawati tentunya membangkitkan mimpi-mimpi dari kesunyian batin, kemudian menerjemakhannya dalam laku dan cita-cita hidup. Megawati telah membawa kesunyian hidupnya ke atas panggung hidup. Kita telah melihat, presiden ke-5 Republik Indonesia tersebut membangkitkan gairah hidup menurut nilai, ideologi dan kebudayaan yang diwariskan.

Tentu apa yang telah diperjuangkannya, berawal dari perenungan dalamm, seperti Bung Karno merenungi butir-butir Pancasila yang digalinya dari kedalaman batin, bangsa Indonesia. Begitulah arti sebuah hidup. Kita hendaknya seperti Megawati, hidup tidak hanya dijalani, tetapi bagaimana menjadi suluh dan inspirasi bagi orang lain. 

Dalam kesunyiannya merenungi perjalanan bangsa ini, megawati adalah kebangkitan hidup yang dimiliki bangsa Indonesia. Puisi-puisi kesunyian dari batinnya adalah dentuman mimpi-mimpi rakyat Indonesia. Dia telah menginspirasi rakyat banyak. 

Selamat ulang tahun Ibu, dirimu adalah matahari yang terbit dari kesunyian. Tuhan dan semesta memberkati selalu.

Quote