Ikuti Kami

Nurdin Abdullah Usik 'Raksasa', Tuntutan Pemakzulan Menggema

Hampir seluruh partai di DPRD (kecuali PDI Perjuangan, PKS dan PAN) menyetujui pemakzulan tersebut.

Nurdin Abdullah Usik 'Raksasa', Tuntutan Pemakzulan Menggema
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah dan Sekretaris PDI Perjuangan Sulsel Rudy Pieter Goni.

Jakarta, Gesuri.id - Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah terancam pemakzulan. Adalah DPRD Sulsel yang mengusulkan pemakzulan tersebut.

Hampir seluruh partai di DPRD (kecuali PDI Perjuangan, PKS dan PAN) menyetujui pemakzulan tersebut. Hal itu termaktub dalam salah satu dari tujuh poin rekomendasi Panitia Hak Angket DPRD Sulsel terhadap pemerintahan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman. 

Baca: PDI Perjuangan Pantau Isu Pemakzulan Nurdin Abdullah

Meskipun kabarnya sistematika penulisan laporan penyelidikan yang menghasilkan tujuh poin rekomendasi itu diperbaiki, namun kemungkinan besar tak akan mengubah niat mayoritas partai di DPRD untuk memakzulkan Nurdin Abdullah.  

Image result for Kantor DPRD Sulsel

Berikut 7 poin rekomendasi Panitia Hak Angket DPRD Sulsel:

1. Mengusulkan kepada MA untuk menilai pelanggaran undang-undang yang dilakukukan oleh Gubernur Sulsel.

2. Merekomendasikan penyelidikan kepada Aparat Penegak Hukum seperti KPK, Kejaksaan dan Kepolisian untuk melakukan penyelidikan

3. Mengusulkan Kemendagri untuk melakukan pembinaan kepada Wakil Gubernur Sulsel.

4. Mengusulkan pemberhentian nama-nama terperiksa yang secara dan terbukti melakukan pelanggaran prosedur dan UU tentang pengangkatan 193 pejabat

5. Merekomendasikan pemberhentian TGUPP Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel

6. Merekomendasikan mengembalikan jabatan pimpinan pratama yang diberhentikan dan tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku

7. Meminta kepada pimpinan DPRD Sulsel untuk menyatakan pendapat DPRD tentang pemberhentian Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah

Baca: Petisi Tolak Hak Angket Nurdin Abdullah Beredar

Di poin ke tujuh, tampak jelas bahwa rekomendasi itu mengarah pada pemberhentian Gubernur alias pemakzulan. 

Sejatinya, apabila melihat dari mekanisme lumrah menyangkut pemakzulan kepala daerah, rekomendasi DPRD itu memuat sejumlah kejanggalan. 

Pertama, sesuai ketentuan Peraturan Perundang – Undangan, Panitia Hak Angket DPRD hanya bisa memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan(LHP) yang didapatkan selama melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap Gubernur Sulsel. Jadi, Panitia tidak berwenang mengeluarkan kesimpulan untuk pemakzulan. 

Image result for korupsi, kolusi dan nepotisme

Kedua, terkait adanya dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) oleh pansus hak angket sehingga berbuah pada rekomendasi pemberhentian beberapa pejabat yang sudah diangkat Gubernur,  juga sejatinya tidak berdasar. Sebab yang berhak untuk menilai Gubernur Nurdin Abdullah melakukan KKN sehingga mengakibatkan konsekuensi pergantian pejabat adalah lembaga penegak hukum, bukan lembaga politik seperti DPRD.

Jadi harus ada keputusan hukum berkekuatan tetap dari Pengadilan apabila memang ditemukan tindakan pidana berupa KKN yang dilakukan Gubernur, sebelu sampai pada rekomendasi pemberhentian pejabat tertentu. Apalagi pemakzulan Gubernur.

Ketiga, terkait pengangkatan 193 pejabat, Kementerian Dalam Negeri telah memerintahkan pembatalan Surat Keputusan (SK) pengangkatan 193 pejabat itu. Sehingga aneh apabila hal itu masih terus dipermasalahkan oleh panitia angket. 

Baca: PDI Perjuangan Torut Bela Habis Nurdin Abdullah

Nurdin Abdullah VS Raksasa 

Sejatinya, konflik antara Nurdin Abdullah dengan DPRD Sulsel tak bisa dilepaskan dari konstelasi politik Sulsel baik sebelum maupun setelah Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2018. Tampak bahwa hampir semua partai yang menginginkan pemakzulan adalah partai yang tidak mencalonkan Nurdin Abdullah pada Pilgub lalu.

Sedangkan tiga partai yang menolak angket sekaligus menentang pemakzulan, adalah partai yang mengusung Nurdin Abdullah pada Pilgub 2018. Sehingga, tak sulit menilai bahwa 'dendam' politik yang mewarnai proses angket hingga terbitnya rekomendasi pemakzulan tersebut. 

Namun, pangkal dari konflik politik di Sulsel saat ini sejatinya lebih besar dari sekedar dendam politik pasca Pilgub. Yang perlu diketahui, Nurdin Abdullah merupakan sosok yang relatif 'menggemparkan' konstelasi politik Sulsel sejak dia menjadi Bupati Bantaeng.

Nurdin Abdullah adalah figur pemimpin yang lahir dari rakyat, bukan dari rahim dinasti maupun oligarki politik. Berbekal kompetensi dan kapabilitasnya, dia mampu menorehkan prestasi ketika memimpin Bantaeng. Dan berbekal prestasi ketika memimpin Bantaeng itulah, Nurdin Abdullah berhasil memenangkan kontestasi Pilgub Sulsel 2018.

Rekam jejak prestasi sebagai Bupati Bantaeng mampu membuat Nurdin Abdullah mengalahkan dinasti dan oligarki politik yang kuat di Sulsel.  Ya, Nurdin Abdullah mampu menggunguli tiga kandidat lainnya dalam Pilgub. Salah satunya Ikhsan Yasin Limpo yang tak lain adalah adik kandung Syahrul Yasin Limpo, mantan Gubernur Sulsel 2 periode.

Image result for Ichsan Yasin Limpo

Dinasti Yasin Limpo memang telah mengakar kuat di Sulsel. Bisa dikatakan, selama bertahun-tahun dinasti Yasin Limpo telah menjadi pusat kekuatan di Sulawesi Selatan sejak ayah Syahrul Yasin Limpo, Muhammad Yasin Limpo, menaiki tampuk kekuasaan sebagai Bupati Gowa. 

Sejak itu, lebih dari setengah lusin anggota trah Limpo telah meraih berbagai jabatan politik di Sulawesi Selatan, mulai dari Bupati, Gubernur,hingga anggota DPRD. 

Tak hanya mengalahkan dinasti Yasin Limpo, Nurdin Abdullah juga sukses mengalahkan politisi senior yang merupakan bagian dari oligarki politik Partai Golkar di Sulsel dan level nasional, Nurdin Halid. Jadi, Nurdin Abdullah yang tak terkait dengan dinasti atau oligarki politik apapun, bisa mengalahkan 'dedengkot' dinasti Yasin Limpo dan 'jagoan' oligarki Golkar. 

Nah, kisruh politik saat ini harus dipahami sebagai bagian dari konfigurasi tersebut. Para 'raksasa' yang dikalahkan Nurdin Abdullah pada Pilgub lalu berkumpul di partai-partai yang kini menginginkan pemakzulan. 

Dinasti Yasin Limpo misalnya, terkait erat dengan Partai Nasdem dan Golkar. Lalu, Nurdin Halid, memang memegang kendali penuh atas Golkar Sulsel. 

Dan para raksasa itu memang tak mendapat 'kue' politik maupun ekonomi memadai di era pemerintahan Nurdin Abdullah. Bahkan, bisa dikatakan mereka justru terpotong kekuatannya oleh Nurdin Abdullah.  

Hal ini tampak pada kebijakan Nurdin Abdullah mencopot tiga pejabat pimpinan tingkat pratama lingkup Pemprov Sulsel. Ketiga pejabat itu adalah Jumras (Kepala Biro Pembangunan), Lutfi Natsir (Kepala Inspektorat) dan M Hatta (Kepala Biro Umum).

Jumras, salah satu dari pejabat pratama yang dicopot itu, ternyata memiliki hubungan erat dengan beberapa pengurus DPW Partai Nasdem Sulsel. Hubungan yang bernuansa kepentingan bisnis dalam proyek pembangunan di Sulsel itu terungkap dalam sidang angket. 

Jumras secara terang-terangan mengungkap bahwa ada dua kontraktor meminta proyek pada dirinya. Kedua kontraktor tersebut adalah Wakil Sekretaris Nasdem Sulsel Agung Sucipto alias Anggu dan Ferry Tandiari, Bendahara DPW Nasdem Sulsel.

Baca: Gubernur Sulsel Ajak Masyarakat Aktif Awasi Pemda

Ketua Bappilu Nasdem, Irfan Jaya, juga diduga kuat memiliki kaitan dengan terwujudnya  relasi antara Jumras dengan para pengurus Nasdem Sulsel. Sebab, Irfan ikut dalam pertemuan antara Jumras dengan Ferry serta para pihak lainnya. 

"Main mata" proyek inilah yang membuat Nurdin Abdullah mencopot Jumras dari jabatannya. Maka, tak aneh apabila pencopotan para pejabat pratama seperti Jumras ini menjadi salah satu poin rekomendasi Pansus Angket DPRD. 

Jadi, sekali lagi, tuntutan pemakzulan tak bisa dilepaskan dari konstelasi politik itu. Nurdin Abdullah telah berani mengusik para 'raksasa' di Sulsel. Sehingga para raksasa itu pun bersatu untuk menjatuhkan Nurdin Abdullah, pemimpin yang lahir dari rahim rakyat, bukan dari rahim para raksasa.

Quote