Ikuti Kami

Video Provokatif & Hoax yang Membakar Emosi Rakyat

Jelang Sidang MK, masyarakat Indonesia masih akan diuji dalam sebulan ke depan dengan berseliwerannya banyak berita dan informasi hoax

Video Provokatif & Hoax yang Membakar Emosi Rakyat
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kiri) didampingi Wadir Tipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Asep Safrudin (kanan) menyampaikan keterangan pers terkait perkembangan terkini kasus penyebaran ujaran kebencian dan berita bohong (hoaks) di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (28/5/2019). Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap sepuluh orang tersangka dari berbagai daerah terkait tindak pidana penyebaran berita bohong selama aksi massa 21-22 Mei 2019. ANTARA FOTO/Indrian

SEBUAH video dengan caption provokatif ditebar di grup WA. Begini captionnya: "Inilah Suara HARUN ( 15 ) yg dibunuh Brimob beramai2 di belakang Masjid Al Huda 21 mei 2019. Semoga Allah SWT menempatkan di Surga nya . Aamiin Yaa Robbal Aalamiin...Qobuul In Syaa Allah."

Broadcast WA tersebut berisi video anak kecil yang melantunkan pujian-pujian kepada Rasulullah Muhammad SAW, disaksikan banyak jama'ah dan ulama di sebuah masjid, entah di daerah mana. Yang jelas di Indonesia. Dan caption videonya seperti yang tertulis di atas.

Bagi yang malas berfikir atau fakir kuota, pasti langsung tersulut dan terbakar emosinya. Tujuan pesan berantai itu jelas ingin mempertebal kebencian masyarakat terhadap Polisi dan Pemerintah. 

Padahal video dengan captionnya tidak nyambung. Di video itu jelas bukan Harun, pelajar SMP berusia sekitar 14 tahun yang ditemukan tewas di sekitar fly over Slipi. Bukan di Kampung Bali. Dan penyebab meninggalnya Harun hingga kini masih belum bisa dipastikan baik pihak keluarga, Rumah Sakit maupun Kepolisian. 

Yang jelas, jelang Sidang sengketa Pilpres 2019 di MK, masyarakat Indonesia masih akan diuji dalam satu bulan ke depan dengan berseliwerannya banyak berita dan informasi hoax yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Karena itu, diharapkan partisipasi aktif netizen yang masih sehat akalnya untuk mengcounter atau minimal melaporkan jika menemukan berita-berita hoax di sosial media. 

Bagi yang merasa masih aman-aman saja belum diciduk polisi karena memposting penyebaran video atau informasi hoax di sosial media, mungkin anda masih dianggap netizen yang belum berpengaruh. 

Beda halnya dengan pegiat sosmed yang juga Anggota Tim BPN 02 Mustofa Nahra yang wajib hukumnya untuk diciduk karena sudah sangat meresahkan aktivitasnya di sosial media.

Mustofa Nahra bukan tidak mengerti UU ITE. Sebagai seorang berlatar jurnalis, selama ini cuitannya selalu menggunakan frasa bersayap untuk mencari aman. Tapi tetap saja, konten narasinya selalu memprovokasi dan meresahkan masyarakat karena tidak sesuai fakta alias hoax.

Bareskrim Polri bahkan sudah beberapa kali mengingatkannya untuk berhenti mencuit yang berisi ujaran kebencian dan meresahkan. Namun titik kesabaran Polri habis, hingga akhirnya Mustofa mengunggah hoax bahwa korban pengeroyokan anggota Brimob di Kampung Bali adalah bocah yang berujung tewas.

Karena Mustofa pasti tahu Pasal-pasal di UU ITE. Dan kebencian dirinya terhadap Rezim Jokowi membuatnya dibutakan mata hatinya, sehingga menghalalkan segala cara, termasuk dengan cara memprovokasi masyarakat melalui sosial medianya. 

Sehingga dengan bumbu provokasi cuitannya, para pendukung 02 semakin terlecut untuk lebih gigih melawan polisi dan terus melakukan aksi menolak hasil Pemilu seperti yang terjadi dalam aksi 21-22 Mei. 

Dalam tulisan ini, Penulis ingin mengajak masyarakat, khususnya bagi kelompok pendukung Prabowo-Sandiaga Uno untuk berfikir jernih dengan tidak selalu berburuk sangka. Banyaknya penangkapan para tokoh di kubu 02, murni kasus hukum seperti makar dan menyebarkan hoax. 

Jangan kira, dengan penangkapan sejumlah tokoh tersebut dianggap sebagai kriminalisasi atau mengebiri demokrasi. Ingat, dampak provokasi untuk makar itu sangat luar biasa mengganggu stabilitas keamanan sebuah negara. 

Dan potensi konflik horizontal yang ditimbulkan begitu besar. Bahkan, karena provokasi makar, huru hara bisa tercipta sehingga melemahkan aktivitas masyarakat dan berujung terhadap melemahnya perekonomian.

Sebagai sebuah perumpamaan: penonton di sebuah bioskop yang ketahuan spoiler atau membeberkan jalan cerita dari film yang ditonton saja bisa dikeroyok, apalagi seorang provokator yang menghasut rakyat untuk berbuat anarkis agar terjadi huru hara.

Kita semua tentu berharap, Polisi segera menindak para aktor intelektual di balik kerusuhan 21-22 Mei 2019. Agar suasana di akar rumput kondusif. Karena saat ini, aktivitas sosial media sudah tidak sehat dengan bertebarannya video-video provokatif yang membentur-benturkan TNI-Polri. 

Dan jika berlarut-larut, masyarakat akan terus dibuat resah dengan penyebaran video-video yang dipelintir, dimana dalam sejumlah video menunjukkan kekejaman Brimob Polri yang represif dalam mengamankan aksi 21-22 Mei, sehingga narasi yang dimainkan Brimbob pembunuh dan musuh rakyat. 

Ditambah lagi adanya rumor yang berkembang dan perlu dikroscek kembali kebenarannya: Benarkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan TERLIBAT dalam perencanaan kerusuhan aksi 21-22 Mei 2019?

Dimana dengan beredarnya surat edaran Pemprov DKI tanggal 17 Mei yang akan menanggung biaya pengobatan peserta aksi 21-22 Mei, mengindikasikan Gubernur Anies sejak jauh hari sudah tahu akan ada aksi rusuh bukan aksi damai seperti yang dikoar-koarkan pendukung 02. 

"Peserta kegiatan yang mengalami cedera akibat terdampak langsung dari kegiatan pengumpulan massa di wilayah DKI Jakarta, maka sumber pembiayaan kesehatan akan ditanggung oleh Pemprov DKI," terang Widyastuti, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Senin (20/5/2019) seperti dikutip dari detik.com.

Opini yang berkembang itu juga perlu ditelusuri pihak Kepolisian. Sekali lagi Penulis tekankan, apakah memang benar Anies Baswedan selaku Gubernur DKI yang didukung kelompok 02, Prabowo-Sandiaga Uno, sebenarnya sudah mengetahui akan ada aksi berujung kerusuhan di Jakarta pada tanggal 21-22 Mei jika dibaca dari Surat Edaran Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta tersebut?

Semoga Tim Investigasi yang sudah dibentuk Kepolisian untuk menelusuri aktor intelektual aksi rusuh dan penyebab meninggalnya sejumlah korban pada aksi 21-22 Mei 2019 di Jakarta segera menemui titik terang, sehingga bisa menjawab segala tuduhan yang dialamatkan kepada Polri dan Pemerintah.

Quote