Jakarta, Gesuri.id - Ada yang berbeda dalam peringatan Hari Santri Nasional 2025 di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025). Suasana penuh keberagaman, kemajemukan, dan semangat toleransi lintas agama terpancar begitu kuat di aula utama yang dipenuhi kader, santri, dan tamu undangan.
Di tengah gemuruh tepuk tangan, Paduan Suara Lintas Iman DPP PDI Perjuangan tampil memukau membawakan lagu Yalal Wathon—sebuah lagu kebangsaan karya KH. Wahab Hasbullah yang sarat makna nasionalisme dan cinta tanah air. Lagu yang diciptakan pada tahun 1934 itu dahulu menjadi lagu wajib di lingkungan pesantren Syubbanul Wathan, dan kini telah diresmikan sebagai Lagu Perjuangan Nasional oleh pemerintah sejak 2016.
Penampilan paduan suara ini menjadi simbol indah dari wajah PDI Perjuangan sebagai partai nasionalis yang berakar religius. Di antara para penyanyi tampak keragaman yang nyata—ada yang berhijab, ada yang mengenakan kebaya merah dengan kalung salib di dada. Mereka bersatu dalam harmoni, tanpa sekat keyakinan.
Dengan penuh semangat dan penghayatan, paduan suara lintas iman itu membawakan dua lagu: Yalal Wathon dan Mars Hari Santri. Gemanya bergetar di seluruh ruangan hingga di relung hati yang mendengarkannya. Para hadirin—pengurus DPP PDI Perjuangan, kader, para santri dari berbagai pondok pesantren di Jabodetabek, serta peserta yang mengikuti secara daring—turut berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan itu bersama-sama.
Meski lirik Yalal Wathon berbahasa Arab, seluruh anggota paduan suara yang berasal dari lintas agama—Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha—menyanyikannya dengan fasih dan penuh semangat. Mereka menunjukkan bahwa makna lagu tersebut bukan hanya milik satu golongan, melainkan cerminan cinta tanah air yang universal bagi seluruh anak bangsa.
“Lagu Yalal Wathon identik dengan semangat perjuangan santri dan kecintaan kepada tanah air. Kami ingin menampilkan pesan bahwa nasionalisme itu bisa dinyanyikan bersama, dalam satu suara, meski berbeda keyakinan,” ujar Vhisyelia Putri Marcyadita Sonda (18), kader muda PDI Perjuangan dari kalangan Gen Z dengan bangga.
Meskipun Vhisyelia berasal dari keluarga Katolik dan baru tiga kali latihan, semangatnya untuk tampil tidak kalah dengan rekan-rekan lainnya.
“Kami hanya latihan tiga kali, tapi saya sangat bangga bisa ikut tampil di Hari Santri. Ini pengalaman yang tidak terlupakan,” tutur Vhisyelia yang datang dari Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, bersama dua kakaknya, Fransiska Silolongan dan Cindy Davina—keduanya juga kader milenial PDI Perjuangan.
Bagi Vhisyelia dan rekan-rekannya, tampil di perayaan Hari Santri bukan sekadar bernyanyi. Ini adalah panggilan hati untuk merayakan kebinekaan, meneguhkan semangat toleransi, dan menunjukkan bahwa perbedaan iman tidak pernah menjadi penghalang untuk mencintai Indonesia.
PDI Perjuangan melalui momentum ini kembali menegaskan komitmennya sebagai partai nasionalis yang memegang teguh nilai religiusitas dan kemanusiaan. Hari Santri 2025 bukan hanya tentang santri, melainkan tentang bangsa Indonesia yang terus menjaga kemajemukan, merawat persaudaraan, dan meneguhkan Pancasila sebagai dasar hidup bersama dalam satu rumah besar bernama Indonesia.