Ikuti Kami

Chicha: Politik adalah Babak Ketiga dalam Hidup Saya

Penyanyi cilik itu terjun ke dunia politik. Satu hal yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.

Chicha: Politik adalah Babak Ketiga dalam Hidup Saya
Caleg DPR RI PDI Perjuangan Dapil DKI Jakarta Timur, Chicha Koeswoyo. (Foto: gesuri.id/Imanudin)

Trah Koeswoyo adalah bagian penting dari musik Indonesia. Anak-anak dan cucu-cucunya mengambil bagian dalam sejarah musik Indonesia. Dari Generasi Ketiga Koeswoyo, bahkan beberapa di antaranya telah menjadi penyanyi sejak kecil. 

Paling melejit, tentu saja, adalah Putri sulung dari Nomo Koeswoyo, Chicha Koeswoyo. Lewat kesuksesan membawa lagu ciptaan ayahnya, Helli (1976), Chicha bisa disebut sebagai pionir penyanyi cilik di tanah air pada masanya. Beranjak remaja, kegiatan menyanyi Chicha mulai berkurang. Ia mulai merambah ke dunia seni-peran dan membintangi beberapa film pada waktu itu.

Chicha lalu menempuh chapter kehidupan berikutnya. Ia menikah dan telah dikaruniai dua anak. Kini memasuki usia 50 tahun, penyanyi cilik itu terjun ke dunia politik. Satu hal yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Chicha memilih bergabung ke PDI Perjuangan dan saat ini sedang dalam proses untuk duduk di kursi Anggota DPR RI.

Ditemui dalam acara "Pembekalan Calon Anggota Legislatif DPR RI Pemilu Tahun 2019 Gelombang Satu" di Kinasih Resort, Cilangkap, Tapos, Depok, berikut adalah petikan wawancara Chicha Koeswoyo dengan Gesuri.

Bisa ceritakan proses yang akhirnya membawa Anda ke dunia poltik?

Memang sudah waktunya. Hidup saya kan terbagi menjadi tiga chapter. Chapter awal saya, saya sudah berkontribusi dengan diri saya, waktu masih anak-anak. Kemudian saya masuk ke chapter pernikahan, ketemu bapaknya anak-anak. 

Saya orangnya total, pada saat saya masuk ke chapter dua itu, saya dan suami sepakat, bahwa keluarga ini harus dibina secara sungguh-sungguh, jadi chapter kedua itu full benar-benar untuk anak. Jadi pada saat usia sekarang, kebetulan tahun ini usia saya 50 tahun, anak-anak juga sudah beranjak dewasa, mereka sudah mulai mandiri, kuliah dua-duanya. 

Saya bertanya "Apa ya yang ingin saya perbuat lagi dengan diri saya?" Di era anak-anak 'everybody knows me', dan aku sampai di situ itu karena masyarakat, dikenal itu karena, tepatnya, wong cilik. Bukan hanya saya, keluarga besar pun demikian.

Dari tahun 60, sampai sekarang mereka masih mengenal Koes Bersaudara, Koes Plus, dan lainnya, itu benar-benar karena kesetiaan mereka kepada kami keluarga besar. Terus pada akhirnya ada opsi arah ke sana (dunia politik), akhirnya saya coba istikarah dulu. 

"Ini kali waktunya untuk saya menyuarakan apa yang selama ini bergejolak sama diri saya." Pada akhirnya saya memutuskan, ini chapter akhir, chapter tiga dalam hidup saya, sekarang inilah waktunya untuk mengembalikan apa yang telah mereka berikan ke saya pribadi dan keluarga besar. 

Makanya saya selalu bilang, saya datang dengan niat tulus, saya tidak punya background politik, ‘but i am willing to learn’, dan saya mau menjadi pendengar yang setia untuk kalian jadi bisa membawa aspirasi ke atas. 

Sesederhana itu. Saya juga tidak punya agenda-agenda yang lain. Jadi datang lebih dengan apa yang bisa saya berikan di sisa umur saya ini.

Mengapa Anda memilih bergabung ke PDI Perjuangan untuk maju ke Senayan?

Karena ideologinya sama, keluarga besar, saya pribadi juga, bahwa kita sedari kecil sudah ditanamkan bahwa hidup ber-Pancasila itu yang terbaik untuk bangsa dan negara ini. 

Kita keluarga juga sangat amat beragam, saya dari keluarga Jawa, tapi kebetulan orang tua kami menikah dengan beberapa etnis, suku, segala macam, agamapun demikian. Tetapi kami tetap rukun sampai detik ini. Sepanjang kehidupan berkeluarga kami itu rukun gotong royong, semuanya ada di keluarga. 

Meski memang tidak terlepas dari intrik-intrik, tapi itu biasa, itu bentuk politik kecil dalam institusi kecil, dalam keluarga (tertawa). Itu normal, itu justru pematangan, bahwa pada akhirnya kita menjadi sosok yang lebih kuat.

Dan yang saya dapat dari Partai, PDI Perjuangan kan juga mengusung pak Jokowi, banyak sekali contoh yang baik, yang memang kita sebagai calon berguru sama mereka. Bagaimana pendekatan dengan wong cilik yang luar biasa, tanpa pretensi apa-apa, terserah mau digoreng seperti apa, tapi saya melihat ada ketulusan di situ, ada personal touch, yang orang lain tidak punya, itu yang membuat saya mau, saya siap.

Di Daerah Pemilihan (Dapil) mana Anda ditempatkan?

Jakarta Timur, DKI I.

Apakah sudah melakukan pemetaan dapil, bagaimana menerka potensi kemenangannya?

Sudah lihat-lihat. Begitu ada pembekalan-pembekalan singkat dari pak Sekjen, dari Ibu juga, itu benar-benar pada akhirnya melek politik (tertawa). Saya sebagai petugas partai punya obligasi moral untuk memperjuangkan apa yang dibutuhkan di Dapil nanti. 

Pemetaan Dapil sudah kami lakukan: apa sih yang menjadi plus minus di sana. Sejauh ini sih DKI I tempat kemenangannya PDI Perjuangan, banyak kantongnya. Untuk strategi sambil berjalan sudah kita persiapkan. Terus kalau potensi kemenangan saya percaya Gusti Allah mboten sare, saya percaya segala sesuatu yang kita lakukan dengan ketulusan, dengan niat baik, tidak ada ego pribadi, dilakukan secara gotong royong itu pasti sampai. 

Apakah merasa status Anda sebagai selebritis memberi keuntungan untuk elektabilitas?

Saya tidak pernah melabeli diri saya selebritis, saya lahir dari keluarga seniman. Seniman itu bukan orang yang suka cari panggung, sebenarnya kontoasinya lebih ke sana, lebih apa adanya, lebih menjadi diri sendiri. 

Jadi tidak ada yang mempengaruhi, toh sejak 30 tahun kemarin, pada saat chaper dua saya pun, saya memang sudah melepaskan diri dari bagian itu. Tapi memang tidak bisa dipungkiri, Chica identik dengan panggung, mau bilang apa. Tapi saya sendiri selalu ingat pesan orang tua, ojo jumawa nduk, kamu bisa seperti ini karena mereka.

Jadi itu tidak bisa diapa-apain, tidak mesti saya bilang iya, biar orang-orang yang melihat. Lagipula tidak cuma popularitas dan akseptabilitas, kapabilitas juga harus, tidak melulu mendulang suara karena terkenal, tapi apa yang bisa kita perbuat, itu juga harus sampai. 

Meski DPP nanti yang menentukan, tetapi Anda ingin bertugas di Komisi berapa?

Inginnya sih di Komisi VIII yang berhubungan langsung dengan perempuan dan anak. Karena bagian itu sangat erat dan dekat dengan kehidupan saya sehari-hari. 

Dan banyak hal yang masih mesti digarap di situ, seperti bagaimana ramah anak, gizi anak, segala macam, dan soal perempuan. Kemarin saya dapat pembekalan dari tim, ada namanya P4: Perempuan Peduli Putra-Putri. 

Jadi harus bikin perempuan-perempuan Indonesia itu tangguh, bukan perempuan-perempuan yang pasrah. Dan rasanya sekarang ini adalah era itu. Tapi jangan juga kebablasan, tetap kodrat kita sebagai perempuan harus tahu penempatannya. 

Dan peduli itu bukan sekadar peduli asupan makanan ya, tapi bagaimana membentuk mereka, anak-anak bangsa yang tangguh, bukan yang abu-abu, yang gampang terkontaminasi. 

Yang aku lihat pada saat turun ke bawah itu, bahwa mereka kan sekarang lagi gila gadget juga. Kalau kita kan dulu tumbuh dengan lagu-lagu yang sangat edukatif, seperti "Komodo darimana, dari Nusa Tenggara." Itu kan ada muatan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), mendidik gitu. 

Sekarang sudah tidak ada. "Ini gadget, ingin nonton korea atau apa, ya sudah." Akhirnya mereka jadi dreamer, "ingin cantiknya seperti ini, gantengnya seperti ini," tidak bangga dengan dirinya sendiri. Itu tugasnya orang tua, tugasnya ibu terutama, untuk mendidik.

Bagaimana Anda menanggapi maraknya serangan hoax belakangan ini?

Sedih, sedih banget sebenernya. Tapi begini, saya setuju bagaimana Partai ini, juga Bapak (Joko Widodo), menyikapinya. Jadi tetap kerja, tidak banyak bicara. Bukti jauh lebih penting. 'Keep on doing' yang positif saja, tunjukkan kalau kita punya hasil. Tapi memang sudah waktunya kita bersikap berdiri, menghadapi itu.

Bagaimana Anda menanggapai maraknya politik identitas belakangan ini?

Itulah mengapa memang harus kembali ke ideologi Pancasila. Kita datang dari bermacam-macam suku, etnis, agama, yang menjadikan kita Indonesia yang besar, Indonesia Raya ini. Kalau saya, as long as Indonesia, ya sudah, jangan ada sekat-sekat. Yang bisa mempersatukan itu hanya Pancasila.

Bagaimana persiapan kampanye Anda?

Sowan ke struktur sudah. Dari awal kami memang sudah minta waktu untuk minta silaturahmi, tapi karena satu dan lain hal, kesibukan mereka semua di daerahnya, jadi tertunda-tunda. 

Tapi kemarin beberapa minggu yang lalu sudah bertemu struktur partai, ke DPC. Dan setuju banget, bahwa sebagai sesama Caleg juga lebih baik kita bergotong royong, itu lebih indah. Harus bisa membagi 'ambience' kompak ke tempat yang akan menjadi pemilih kita. 

"Wah keren ya Caleg-Calegnya kompak." Itu buat aku penting banget. Jadi alhamdulillah dengan sesama Caleg PDI Perjuangan-nya juga kompak, kita semua berkawan. 

Bagaimana Anda akan mengkampanyekan pasangan Jokowi-Ma'ruf di Dapil Anda?

Kalau ada pertanyaan-pertanyaan di sana, menjawab saja. Pada saat silaturahmi, mengobrol. Saya ajak mereka gunakan hati nurani. Hati nurani tidak pernah bohong. 

Yang dirasakan, apa yang didapat saat ini, itu karena siapa. Kan banyak program-program Bapak yang jalan, infrastruktur juga kelihatan. Jadi buat aku, bisa dijawab sendiri. 

Tetapi seringnya saya mengajak ngobrol. "Ada masalah apa? Apa yang dirasakan? Untuk diceritakan." Yang tadinya satu titik itu misalnya tidak lebih dari 45 menit, akhirnya bisa menjadi panjang. Tapi buat aku tidak apa, itulah aku sedang bertugas untuk memberi data yang konkrit. 

Bagaimana Anda melihat kinerja Jokowi selama 4 tahun ini?

Luar biasa, aku sih seneng, empat tahun ini. Program BPJS dan infrastruktur merasakan sekali. Dulu kalau pergi-pergi ke daerah itu, lapangan terbangnya masih kurang banget, sekarang rata-rata semuanya kaya Bandara Soekarno-Hatta, buat aku "Wow!!" Pak Jokowi layak dua peridoe. 

Apa tagline kampanye diri Anda?

"Dulu penyanyi anak, sekarang peduli perempuan dan anak."

Quote