Ikuti Kami

Ketut Kariyasa: Sekolah Rakyat Investasi Jangka Panjang untuk Pengentasan Kemiskinan

Sekolah Rakyat merupakan bentuk investasi jangka panjang dalam upaya mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan yang berkeadilan sosial.

Ketut Kariyasa: Sekolah Rakyat Investasi Jangka Panjang untuk Pengentasan Kemiskinan
Anggota Komisi VIII DPR RI, Ketut Kariyasa Adnyana - Foto: Sudut Dengar Parlemen/TVR Parlemen

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Ketut Kariyasa Adnyana dalam Podcast Sudut Dengar Parlemen TVR Parlemen membahas Sekolah Rakyat, program baru yang digagas pemerintah untuk membuka akses pendidikan bagi masyarakat miskin ekstrem.

Ketut Kariyasa menegaskan bahwa Sekolah Rakyat merupakan bentuk investasi jangka panjang dalam upaya mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan yang berkeadilan sosial. Berikut petikan wawancara lengkapnya:

Pak Ketut, apa pandangan Bapak tentang gagasan Sekolah Rakyat ini?

Sebenarnya ini bukan hal baru. Dulu di Bali kita punya Sekolah Bali Mandara yang dibiayai penuh oleh pemerintah provinsi, lengkap dengan asrama dan makan tiga kali sehari untuk anak-anak miskin. Konsep Sekolah Rakyat ini mirip. Bedanya, sekarang dilakukan secara nasional oleh pemerintah pusat. Menurut saya, ini bentuk investasi jangka panjang untuk mengubah nasib keluarga miskin melalui jalur pendidikan.

Mengapa program ini berada di bawah Kementerian Sosial, bukan Kementerian Pendidikan?

Karena orientasinya adalah pengentasan kemiskinan ekstrem, bukan hanya pendidikan formal. Jadi memang tepat kalau Kementerian Sosial memegangnya. Namun, harus ada sinergi dengan Kemendikbud, Kemenag, dan Kementerian PUPR. Sekolah Rakyat ini tetap berbasis sosial, tapi pendekatannya harus terpadu agar tidak tumpang tindih dengan program pendidikan lain.

Dengan anggaran 1,19 triliun untuk 100 titik, apakah cukup memadai?

Kalau kita bicara kebutuhan nasional, itu masih sangat kecil. Kalau dibagi rata, satu titik hanya menampung sekitar 80 siswa. Padahal data Kemendikbud menunjukkan ada sekitar 3,9 juta anak yang tidak sekolah karena alasan ekonomi. Jadi ini langkah awal, tapi perlu komitmen untuk diperluas dan dijadikan program multi-tahun. Kita di DPR siap mendorong agar ada keberlanjutan anggaran di tahun berikutnya.

Apa tantangan terbesar dalam pelaksanaan Sekolah Rakyat di lapangan?

Tantangannya terutama pada validasi data penerima manfaat. Kita sering menemukan penerima bantuan yang tidak tepat sasaran, bahkan dobel. Karena itu saya dorong agar Kemensos perkuat sistem single data terpadu. Data harus terus diperbarui dengan verifikasi di lapangan, agar program ini benar-benar menyentuh anak-anak dari keluarga miskin ekstrem, bukan yang “pura-pura miskin”.

Bagaimana Bapak melihat peran pemerintah daerah dalam mendukung program ini?

Sangat penting. Pemerintah pusat tidak bisa jalan sendiri. Pemda harus bantu menyediakan lahan, infrastruktur dasar, dan memastikan peserta Sekolah Rakyat berasal dari daerahnya sendiri. Kalau daerah ikut terlibat, kepemilikan program akan lebih kuat dan hasilnya lebih berkelanjutan. Sekolah Rakyat juga bisa jadi motor baru untuk membangkitkan semangat gotong royong di daerah.

Apakah DPR akan ikut mengawasi pelaksanaan Sekolah Rakyat?

Tentu. Kami di Komisi VIII sudah menyiapkan agenda untuk melakukan pengawasan langsung, baik melalui kunjungan lapangan maupun rapat kerja dengan Kemensos. Kita akan pastikan tidak ada penyimpangan dan pelaksanaan sesuai sasaran. 

Saya juga mendorong agar ada mekanisme evaluasi tahunan, termasuk audit independen. Program ini jangan sampai jadi proyek sesaat, tapi benar-benar jadi warisan kebijakan sosial yang berkelanjutan.

Terakhir, apa pesan Bapak kepada pemerintah terkait Sekolah Rakyat ini?

Jangan jadikan ini proyek politik. Ini amanat konstitusi dan pengejawantahan nilai-nilai Pancasila. Sekolah Rakyat harus dijalankan dengan hati, diawasi dengan ketat, dan terus dikembangkan agar makin banyak anak bangsa bisa mengubah nasibnya lewat pendidikan. Kalau kita serius, Sekolah Rakyat bisa jadi jalan emas menuju Indonesia bebas kemiskinan ekstrem.

Quote