Bireun, Gesuri.id - Hujan yang tak kunjung berhenti telah mengubah ratusan desa di Aceh menjadi genangan luas. Di Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, suara gemericik air yang biasanya menenangkan berubah menjadi deru yang menakutkan. Dalam hitungan jam, arus deras menerjang rumah-rumah, memutus jembatan, dan menutup seluruh akses keluar. Tiga hari lamanya, warga terjebak tanpa listrik, tanpa sinyal, tanpa kepastian kapan bantuan tiba.
Di tengah ketidakpastian itu, Dedi Adi, warga Desa Ulee Ceu, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireun berulang kali memandangi sungai yang berubah menjadi dinding air. “Kami hanya bertahan dengan mi instan dan telur,” bisiknya pelan.
Di sekitarnya, anak-anak menangis lapar, orang dewasa menggigil, dan para lansia duduk mematung menatap rumah mereka yang tinggal puing dan lumpur.
Ketika kabar keterisolasian desa-desa ini sampai ke Jakarta mantan Menteri Sosial Tri Rismaharini tidak bisa menunggu satu menit pun. “Saya ditelepon langsung Ibu Megawati. Saya diminta turun langsung,” ujar Risma.
Sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Penanggulangan Bencana, ia menggerakkan tim Baguna PDI Perjuangan yang sudah bersertifikat Basarnas, terlatih dalam evakuasi serta manajemen darurat. Tiga provinsi sekaligus—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—menjadi prioritas karena bencana yang hampir bersamaan melanda wilayah itu.
Di Aceh, Risma tiba membawa apa pun yang ia bisa kumpulkan dalam waktu singkat: beras, minyak goreng, obat-obatan, selimut, perlengkapan bayi, pakaian, hingga satu mobil tangki air bersih, barang langka di desa-desa yang sumur dan pipa airnya rusak diterjang banjir bandang.
Tim Baguna harus memaksa perahu karet melewati arus deras untuk mencapai Dusun Nelayan Desa Kuala Ceurape, Desa Ulee Ceu, Jembatan Kuta Blang, hingga Desa Alue Kuta: daerah-daerah terisolir yang benar-benar terputus dari dunia luar.
Ketika rombongan bantuan tiba, warga berhamburan. Ada yang menangis. Ada yang jatuh berlutut. “Baru ini bantuan yang masuk,” kata seorang ibu sambil memeluk anaknya.
Bagi mereka, kedatangan Baguna bukan sekadar soal sembako. Itu adalah tanda bahwa mereka tidak dilupakan.
Posko, Dapur Umum, dan Cahaya Harapan di Tengah Lumpur
Di Kecamatan Jangka, Baguna PDI Perjuangan membangun posko pengungsian dan dapur umum. Asap dari dapur umum naik tipis ke udara, menyebarkan aroma makanan hangat—aroma yang sudah berhari-hari hilang dari kampung itu.
Risma berdiri di antara anak-anak yang berebut selimut baru. Matanya berkaca-kaca. “Demi kemanusiaan, kita selalu sigap. Kita kerahkan semua kemampuan,” ucapnya.
Bencana ini bukan hanya menimpa satu kecamatan. Data BPBD menunjukkan dampak yang begitu besar:
- 609 desa di 17 kecamatan terendam banjir
- 479.300 jiwa mengungsi di seluruh Aceh
- 156 orang meninggal dunia, 181 masih hilang
- Ratusan rumah hilang, 22 jembatan putus, 115 bangunan sekolah rusak
- Kerugian ditaksir mencapai triliunan rupiah
- Bireuen, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Utara, Pidie Jaya, hingga Gayo Lues adalah deretan wilayah yang masih berjuang.
- Transportasi lumpuh total. Jalur Bireuen–Takengon terputus. Jalur Banda Aceh–Lhokseumawe rusak berat. Antrean minyak mengular. Gas LPG habis.
- Di beberapa titik, warga masih berjalan berkilo-kilometer hanya untuk mendapatkan sinyal telepon.
Perintah Megawati: “Gerakkan Baguna di Tiga Provinsi”
Risma menyampaikan bahwa perintah dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sangat jelas: Baguna harus dikerahkan ke Aceh, Sumut, dan Sumbar, tanpa menunggu instruksi tambahan.
Relawan bersertifikat Basarnas diterjunkan untuk membantu pemerintah mengevakuasi korban hilang, membuka akses darurat, dan memastikan bantuan masuk hingga titik terdalam.
Di posko Desa Ulee Ceu, ketika malam turun, lampu-lampu darurat menyala redup. Warga duduk bersama relawan Baguna, berbagi cerita sambil makan nasi hangat pertama mereka setelah lima hari bertahan.
Seorang nenek berkata lirih kepada relawan: “Rumah kami hilang, tapi terima kasih, kalian datang.”
Di tengah kepiluan itu, ada satu hal yang tetap menyala: harapan. Dan di Aceh hari itu, harapan tiba bersama rombongan kecil yang membawa beras, selimut, air bersih dan kepedulian.

Usai memberikan bantuan di Bireun, Risma beserta relawan Baguna beranjak ke Kabupaten tetangga: Lhokseumawe dengan menggunakan perahu nelayan, melewati bebatuan terjal hingga ke pinggir sungai.

















































































