Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abidin Fikri menyebutkan Komisi VIII DPR RI akan menggelar rapat bersama Kementerian Agama (Kemenag) pada Juli mendatang.
"Masa sidang Juli akan ada Raker/RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Kemenag ya, tunggu ya," ucap Abidin kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (23/6).
Meski begitu, dirinya belum dapat memastikan tanggal berapa rapat dilakukan.
"Belum (ada jadwal pasti)," kata dia.
Sebagai informasi, Pemerintah Arab Saudi melayangkan nota diplomatik kepada Indonesia yang berisi lima catatan penting terkait penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M. Nota tersebut dikirim melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dan diterima secara resmi oleh Kementerian Luar Negeri RI pada 16 Juni 2025.
Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar
Direktur Timur Tengah Kemlu RI, Ahrul Tsani Fathurrahman, menyampaikan nota diplomatik tersebut sudah diteruskan ke Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pengelola Haji (BP Haji) untuk ditindaklanjuti.
“Isinya menyangkut penyelenggaraan haji yang menjadi perhatian Pemerintah Arab Saudi. Karena itu sudah kami sampaikan ke Kemenag dan BP Haji,” ujarnya, Minggu (22/6/2025).
Berikut lima catatan penting terkait penyelenggaraan ibadah haji 2025:
1. Validasi Data Jemaah Tidak Sinkron
Masalah pertama berkaitan dengan ketidaksesuaian data jemaah antara sistem elektronik milik Arab Saudi (E-Haj), Siskohat Kemenag, dan manifes penerbangan. Ditemukan sejumlah nama yang berbeda antara daftar dan kenyataan di pesawat. Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, ketidaksesuaian itu terjadi akibat pergantian nama jemaah yang batal berangkat karena sakit atau meninggal secara mendadak.
2. Pergerakan Jemaah Tidak Sesuai Konfigurasi Syarikah
Arab Saudi mencatat adanya ketidaksesuaian pergerakan jemaah dari Madinah ke Makkah, khususnya dalam penempatan berdasarkan kelompok Syarikah (penyedia layanan resmi). Konfigurasi ini penting karena menjadi dasar pengelolaan transportasi dan akomodasi. Hilman menyebut situasi tersebut sudah dikomunikasikan dengan otoritas Saudi dan Syarikah terkait.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Pentingnya Integritas bagi Pemimpin
3. Penempatan Hotel Tidak Sesuai Prosedur
Sebagian jemaah Indonesia berpindah hotel di Mekkah untuk bergabung dengan rombongan lain meski berbeda Syarikah, tanpa memberitahu ketua sektor atau ketua kloter. Hal ini mengganggu sistem zonasi dan mekanisme evakuasi ke Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna) yang berbasis syarikah.
4. Tingginya Risiko Kesehatan Jemaah
Pemerintah Saudi menyoroti angka kematian jemaah Indonesia yang tinggi tahun ini, sebagian besar berasal dari kelompok lanjut usia dan berisiko tinggi. Mereka menilai perlu ada seleksi lebih ketat sejak awal terhadap jemaah dengan kondisi medis berat, termasuk yang rutin menjalani cuci darah.
5. Masalah Pelaksanaan Dam
Catatan terakhir menyangkut penyembelihan hewan dam (kurbannya haji tamattu’). Arab Saudi mengharuskan penyembelihan dilakukan melalui Adahi—perusahaan resmi Kerajaan. Namun, sebagian jemaah Indonesia telah terlanjur memesan kurban melalui pihak lain, seperti pembimbing KBIH atau mukimin, yang tidak diakui Saudi. Kontrak resmi dengan Adahi juga belum ditandatangani karena belum ada kepastian jumlah kambing dari pihak Indonesia.