Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis, mengingatkan masyarakat agar bijak dalam menghadapi fenomena buzzer di media sosial yang dinilai semakin meresahkan.
Ia menegaskan pentingnya membedakan antara kritik yang membangun dan serangan yang merusak, terutama dalam konteks demokrasi dan ruang publik digital.
“Kritik yang membangun adalah hal yang positif dan perlu dalam demokrasi. Tapi kalau buzzer justru menyebarkan narasi negatif dan provokatif, itu yang perlu kita hindari,” kata Ananda, Minggu (15/6/2025).
Ananda menilai bahwa buzzer, yakni individu atau kelompok yang dibayar untuk menyebarkan opini tertentu, semakin sering digunakan untuk memecah belah opini publik dengan cara yang tidak etis.
Hal ini, menurutnya, dapat merusak iklim demokrasi dan sosial, terlebih jika narasi yang disebarkan bersifat provokatif atau bermuatan SARA.
“Ketika opini berubah menjadi ujaran yang memecah belah atau mengandung hoaks dan SARA, maka itu bukan lagi kritik, melainkan ancaman bagi keharmonisan sosial,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti perlunya kesadaran masyarakat untuk memahami bahwa menyampaikan kritik adalah bagian dari partisipasi publik yang sehat—asal dilakukan secara santun dan tidak menyesatkan.
“Saya mengimbau agar masyarakat lebih cerdas menggunakan media sosial, dan mari kita sampaikan kritik dengan cara yang santun dan membawa dampak positif bagi daerah,” ucapnya.
Dengan pernyataan tersebut, Ananda berharap ruang digital bisa tetap menjadi sarana yang produktif untuk berdialog dan berkontribusi dalam pembangunan, bukan menjadi arena penyebaran kebencian dan disinformasi.